Rabu 16 May 2018 20:07 WIB

Palestina Tarik Pulang Utusan untuk Washington

Penarikan utusan Palestina menyusul peresmian Kedubes AS di Yerusalem.

Red: Nur Aini
Dalam kombinasi foto ini, warga Palestina melancarkan aksi protes di dekat perbatasan Israel dan Jalur Gaza pada Senin, 14 Mei 2018 (foto kiri) dan pada hari yang sama para pejabat Israel: Sara Netanyahu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Penasihat Senior Gedung Putih Jared Kushner, dan Putri Presiden AS Donald Trump, Ivanka Trump dari kiri ke kanan) bertepuk tangan pada upacara pembukaan kedutaan AS di Yerusalem.
Foto: Foto AP
Dalam kombinasi foto ini, warga Palestina melancarkan aksi protes di dekat perbatasan Israel dan Jalur Gaza pada Senin, 14 Mei 2018 (foto kiri) dan pada hari yang sama para pejabat Israel: Sara Netanyahu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Penasihat Senior Gedung Putih Jared Kushner, dan Putri Presiden AS Donald Trump, Ivanka Trump dari kiri ke kanan) bertepuk tangan pada upacara pembukaan kedutaan AS di Yerusalem.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas menarik utusan Palestina untuk Washington pada Selasa (15/5).

"Husam Zomlot, kepala perwakilan Organisasi Pembebasan Palestina di Washington, dalam perjalanan pulang," kata kepala perunding Saeb Erekat.

Keputusan itu menyusul pemindahan kedutaan Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem, kata pernyataan kementerian luar negeri Palestina, yang disiarkan kantor berita resmi Wafa.

Amerika Serikat membuka kedutaannya di Yerusalem pada Senin (14/5) dalam upacara dihadiri putri Presiden Donald Trump, Ivanka, dan menantu laki-lakinya, Jared Kushner. Langkah itu memenuhi janji Trump, yang pada Desember mengakui kota suci itu sebagai ibu kota Israel.

Keputusan tentang Yerusalem membuat marah rakyat Palestina, yang mengatakan Amerika Serikat tidak bisa lagi bertindak sebagai perantara yang jujur dalam proses perdamaian apa pun. Palestina ingin Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara yang mereka harapkan untuk didirikan di Tepi Barat yang telah diduduki dan Jalur Gaza.

Unjuk rasa di perbatasan Gaza pada Senin berubah menjadi salah satu hari paling berdarah bagi warga Palestina dalam beberapa tahun terakhir setelah pasukan Israel menembak mati 58 pengunjuk rasa, demikian pejabat Kementerian Kesehatan Palestina. Israel mengatakan hal tersebut dilakukan untuk melindungi wilayahnya.

Erekat mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri Riyad Al-Maliki menandatangani surat-surat pada Selasa untuk merujuk Israel kepada Mahkamah Pidana Internasional atas "kejahatan perang". Seorang penasihat menegaskan bahwa itu termasuk respons mematikan Israel terhadap protes di Gaza dan pembangunan pemukiman.

"Maliki menandatangani rujukan resmi ke Mahkamah Pidana Internasional, menyeru dewan kehakimannya dan jaksa Fatou Bensouda membuka penyelidikan terhadap pejabat Israel atas kejahatan perang terhadap rakyat kami," kata Erekat pada saluran televisi Palestina.

Baca: Rumah Sakit di Gaza Berjibaku Tangani Korban Luka

photo
Seorang pria yahudi yang mengenakan yarmulke (kiri) menghadapi salah satu peserta demonstran yang memprotes kebijakan Pmeerintah AS yang memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem, di luar konsulat Israel di Los Angeles, Senin (14/5). Tentara Israel menembak dan menewaskan sedikitnya 58 warga Palestina selama protes massal di sepanjang perbatasan Gaza pada hari Senin (14/5).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement