Selasa 10 Jul 2012 18:25 WIB

Dekrit Mursi Langgar Konstitusi

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Chairul Akhmad
Presiden Mesir (kiri) dalam sebuah acara militer di Kairo.
Foto: AP
Presiden Mesir (kiri) dalam sebuah acara militer di Kairo.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Dekrit yang dikeluarkan Presiden Mesir Mohammad Mursi untuk membuka kembali pintu parleman ditentang banyak kalangan. Bahkan Mahkamah Konstitusi (MK) menganggap, dekrit tersebut adalah pelanggaran terhadap konstitusi.

Sebab, pembubaran parlemen yang dilakukan oleh Dewan Tertinggi Militer Mesir (SCAF) sebagai pemegang pemerintahan pasca lengsernya Hosni Mubarak telah disetujui pengadilan tinggi tengah Juni lalu. Sementara, penyerahan kekuasan ke presiden terpilih, Mursi dilakukan SCAF tepat pada 30 Juni lalu.

MK menilai putusan pengadilan tersebut tepat, karena pemilu parlemen sebelumnya juga dikatakan tidak konstitusional. Sebab, sepertiga dari 508 kursi anggota parlemen terpilih secara ilegal.

MK menguatkan putusan pengadilan karena menilai partai-partai politik melanggar prinsip keadilan dengan mengajukan para kandidatnya untuk mengisi sepertiga kursi di parlemen. Padahal, porsi itu semestinya diisi oleh kandidat independen.

Asosiasi pengacara di Mesir mengatakan kepada Jaksa Agung Abdel Meguid Mahmoud, dekrit yang dikeluarkan oleh presiden dari Ikhwanul Muslimin itu telah melanggar Deklarasi Konstitusi yang telah dibentuk Maret 2011 lalu. Bukan itu saja, tindakan politis tersebut juga dianggap asosiasi telah melanggar ketentuan pidana dengan menentang putusan pengadilan.

Seorang hakim di Giza, Yussuf Auf, mengatakan dekrit tersebut tidak dapat dianggap melawati batas kewenangan seorang presiden, dan menolak untuk mengatakan terdapat pelanggaran hukum didalamnya. "Ini hanya (konflik) politis belaka. Presiden dan SCAF sama-sama mencari dasar hukum keputusan mereka," kata dia.

Auf menawarkan agar Deklarasi Konsititusi yang telah disepakati dikembalikan kepada parlemen untuk ditambahkan dengan batas-batas kewenangan antar lembaga. Sebab menurut dia, kevakuman hukum harus segera diisi dengan kewenangan yang lebih jelas. "Jika harus memilih legitimasi SCAF atau Presiden, yang dilakukan presiden akan lebih baik," kata dia.

sumber : Aljazeera/BBC/UPI/Al-Arabiya
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement