Kamis 09 Aug 2012 23:42 WIB

Bismillah Ini Awal Baru Pemerintahan Libya

Rep: Devi Anggraini Oktavika/ Red: M Irwan Ariefyanto
 Warga Libya mengacungkan tanda
Foto: Francois Mori/AP
Warga Libya mengacungkan tanda "victory" sambil memegang tasbih di Benghazi,Libya.

REPUBLIKA.CO.ID,TRIPOLI - Dewan Transisi Nasional (NTC) Libya menyerahkan wewenang ke Majelis Nasional, Rabu (8/8) malam.

Majelis berisi 200 anggota yang dipilih melalui pemilu pada Juli. Ini merupakan pengalihan kekuasaan yang berjalan damai. Muamar Qadafi mengambil memimpin negara diawali dengan mengudeta Raja Idris pada 1969.

Upacara serah terima dilangsungkan di Tripoli dengan penjagaan keamanan yang ketat. Kerumunan massa memenuhi Lapangan Syuhada, Tripoli, untuk merayakan perpindahan kekuasaan itu. Langit benderang oleh nyala kembang api. Mereka memegang lilin sebagai simbol rekonsiliasi.

Berdasarkan kalender Hijriah, acara ini berlangsung pada 20 Ramadhan. Tahun lalu, 20 Ramadhan yang bertepatan dengan 20 Agustus ditetapkan sebagai peristiwa penting. Kala itu, kelompok perlawanan berhasil menguasai Tripoli, memaksa Qadafi meninggalkan ibu kota dan bersembunyi. Ketua NTC Mustafa Abdel Jalil secara simbolis memberikan kendali pemerintahan ke anggota tertua, Mohammed Ali Salim. NTC melimpahkan tugas-tugas konstitusional ke majelis yang mulai sekarang adalah perwakilan resmi rakyat Libya.

Ia mengaku, sejumlah kesalahan dibuat selama periode transisi dan dewan yang dipimpinnya gagal memulihkan keamanan Libya meski perlucutan senjata kelompok milisi yang ikut berjuang menggulingkan Qadafi telah diupayakan. Namun, sebagian besar mereka masih enggan meletakkan senjata dan kerap terlibat baku tembak. “Kami memaafkan mereka yang membuat gangguan dan darah para syuhada tak akan sia-sia,” kata Jalil. Sebelumnya, Wakil Perdana Menteri Mustafa Abu Saghour mengatakan, prioritas pemerintah yang baru adalah memulihkan keamanan di Libya. Pada pekan-pekan terakhir ini, kekerasan merebak mengganggu stabilitas negara.

Termasuk, ledakan bom mobil di dekat polisi militer di Tripoli dan bekas kantor intelijen militer di sebelah timur Benghazi. “Jelas aksi ini mengkhawatirkan, tetapi kami mencari tahu siapa di balik semua itu,” kata Abu Shagour. Tantangan lainnya adalah persoalan keutuhan wilayah. Wilayah timur Libya selama ini bergejolak karena merasa dianaktirikan, padahal mempunyai sumber alam yang melimpah. Mereka menginginkan wewenang lebih besar. Kemungkinan akan diberi status otonomi.

Majelis akan segera menentukan siapa ketuanya sedangkan NTC dinyatakan bubar. Pertemuan majelis segera dijadwalkan. Pada Senin lalu, Salah Jawooda mengatakan secara informal, para anggota sepakat memilih ketua majelis dan dua wakil ketua dalam waktu sepekan. Dalam pertemuan pertamanya pada Rabu tengah malam, majelis menetapkan jadwal, yaitu menetapkan nama presiden dalam kurun satu hari dan membentuk pemerintahan baru dalam 30 hari. Belum jelas kapan mereka memilih panel yang bertugas merumuskan konstitusi baru. Ada pemikiran 60 anggota panel dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu.

Kelompok liberal yang tergabung dalam Aliansi Kekuatan Nasional (NFA) di bawah pimpinan mantan perdana menteri Mahmud Jibril mendapatkan 39 dari 80 kursi jatah untuk partai. Pada Senin lalu, Partai Keadilan dan Pembangunan (JCP) sayap politik Ikhwanul Muslimin meraih 17 kursi. Sisa kursi sebanyak 120 diisi oleh anggota dari kelompok independen. Baik NFA maupun JCP, berusaha menarik mereka agar menjadi mayoritas di majelis. Sebaliknya, ada beberapa kalangan independen tak memercayai NFA maupun JCP dan berencana membentuk blok sendiri.

Selain membentuk pemerintahan, majelis menyiapkan pemilu parlemen berdasarkan konstitusi yang dirancang pada tahun depan. Nizar Kawan, anggota independen lainnya yang dekat dengan Ikhwanul Muslimin, mengatakan, “Ada tantangan besar yang menanti kami, mulai dari mengembalikan keamanan hingga meningkatkan perekonomian,” katanya. 

sumber : ap, reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement