Selasa 04 Dec 2012 15:24 WIB

El Baradei: Mesir Diancam 4 Kali Bom Waktu

Mohamed El Baradei
Foto: WIKIMEDIA COMMON
Mohamed El Baradei

REPUBLIKA.CO.ID, Hampir dua tahun setelah Mesir berjuang untuk demokrasi dan menggulingkan Hosni Mubarak, gejolak sipil terus terjadi di sana.

Demonstrasi terkini ditujukan kepada Presiden Muhammad Mursi setelah ia mengeluarkan dekrit bulan lalu yang bakal memberikan kekuasaan absolut. Demonstran menuntut pengunduran dirinya dan menentang konstitusi pascarevolusi.

Di tengah protes, bursa saham Mesir berulang kali mendapat pukulan. Berdasar laporan terbaru Financial Times, Senin (3/13) mantan kepala IAEA dan Kepala Partai Al Dostour (Konstitusi) Mesir, Mohamed ElBaradei, menulis bahwa "Kekuasaan Mursi kini melebihi Husni Mubarak di puncak kediktatorannya."

El Baradei bahkan menyebut Mesir telah diancam empat kali bom waktu. "Bom wakut yang muncul di bawah kepemimpinan militer dan kini Ikhwanul. Ekonomi kami kini terjun bebas, dalam kondisi ini kami akan default--(istilah gagal bayal hutang saat jatuh tempo) dalam enam bulan," tulisnya.

"Terutama bila ketidakstabilan saat ini mempertaruhkan dana utang dari Dana Moneter Internasional. Hukum dan tata negara tetap elusif dan berdampak parah terhadap turisme dan investasi luar negeri. Sinai Utara berubah menjadi medan perang, diancam oleh grup jihadis yang berasal dari Afghanistan dan manapun. Kini, dengan kehebohan akibat draf konstitusi negara ini terancam bahaya terpecah," masih tulis El Baradai.

"Kami mendesak Presiden Mursi untuk membatalkan undang-undang berbau kediktatoran, dekrit yang ditujukan untuk kekuasaan diri sendiri, yang juga telah dikecam PBB, banyak pemerintah dan grup-grup HAM internasional. Kami menolak dan menyebutnya draf konstitusi tidak sah serta mendesak presiden tak menggelar referendum.

Situasi di Mesir saat ini, partai-partai non-Islami di Mesir telah bergabung membentuk "Front Penyelamatan Nasional' dan meminta El Baradei menjadi kordinator. Sementara tekanan internasional juga tertuju kepada Mursi untuk membatalkan dekritnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement