Sabtu 15 Dec 2012 23:12 WIB

Terbagi Dua, Warga Mesir Berikan Suara di Referendum

Seorang pastor Gereja Koptik memberikan suara di Kairo dalam Referendum putaran pertama pada Sabtu (15/12/2012)
Foto: AP
Seorang pastor Gereja Koptik memberikan suara di Kairo dalam Referendum putaran pertama pada Sabtu (15/12/2012)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO--Pemimpin Mesir menuding Ikhwanul Muslimin secara tidak fail mempengaruhi warga dalam proses referendum terhadap draf konstitusi terbar.

National Salvation Front (NSA) menyatakan keprihatinan mendalam mengenai keganjilan dalam voting, seperti mengarahkan warga di luar tempat pemberian suara untuk memilih ya.

Ribuan warga Mesir, lapor Aljazirah, Sabtu (15/12), telah berpartisipasi dalam pemungutan suara. Para pendukung draf menyatakan peristiwa ini adalah langkah maju menuju demokrasi, sementara kubu penentang menganggapnya sebagai kegagalan melindungi hak-hak individu.

Referendum Sabtu telah mendorong gesekan tajam antara pendukung Presiden Mohamed Mursi dengan oposisi hingga mengarah pada sejumlah bentrok dalam protes di Kairo dan kota-kota lain sebelum referendum dilaksanakan.

Mesir mengalami krisis politik dan konstitusi berkepanjangan sejak Mursi berkonflik dengan peradilan negara pada pertengahan tahun ini.

Lebih dari setengah dari 51 juta warga Mesir baru saja memberikan suara dalam putaran pertama referendum di Kairo dan kota-kota lain. Tempat pemungutan suara dibuka pada pukul 8 pagi waktu setempat dan tutup 12 jam kemudian.

Para tentara bergabung dengan polisi di luar tempat pemungutan suara mengamankan referendum setelah protes mematikan terjadi sebelumnya.

"Para syekh memberitahu kami untuk memilih 'ya' dan saya telah membaca konstitusi tersebut dan menyukainya," aku Adel Imam, 53 tahun, saat antri untuk memilih di satu kawasan suburban di Kairo.

"Kewenangan presiden lebih sedikit ketimbagn sebelumnya. Ia tak bisa menjadi diktator,"

Sementara oposisi mengatakan konstitusi terlalu Islam dan mengesampingkan hak-hak minoritas. Sedangkan pendukung Mursi menyatakan konstitusi ini dibutuhkan jika ingin membuat kemajuan dalam demokrasi.

Mesir mengalami keguncangan hampir dua tahun setelah orang paling berkuasa, Hosni Mubarak terguling. Upaya Mursi untuk mengembalikan salah satu bangsa terbesar dunia Arab ke situasi normal selalu terganjal. Oposisi memandang presiden terbaru memiliki tendensi besar terhadap model pemerintahan absolut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement