Senin 17 Dec 2012 13:51 WIB

Analis: Rezim tak Sampai Akhir 2013, Assad Bisa Sangat Nekat

Presiden Suriah, Bashar Al-Assad.
Foto: AP
Presiden Suriah, Bashar Al-Assad.

REPUBLIKA.CO.ID, Kecemasan internasional dalam krisis di Suriah menyoroti daya hidup rezim Bashar al Assad yang dinilai tinggal menghitung waktu. Begitu kian terdesak, Assad berpotensi besar mengambil opsi serangan senjata kimia.

Stok gas sarin yang dimiliki militer Suriah, menurut data intelijen AS, seperti yang dilaporkan Wired, cukup baik bahkan bertahan selama satu tahun. Sehingga pusat komando tak khawatir kekurangan senjata kimia bila suatu saat mereka memutuskan menggunakannya.

"Jika situasi memburuk," ujar seorang diplomat AS dalam laporan Washington Post, "maka tak bisa diprediksi apa yang akan terjadi, semua kemungkinan terbuka." Namun pada akhirnya si diplomat memperkirakan rezim Assad tidak dalam kekuatan prima setelah 20 bulan berperang.

Seorang pengamat dari jaringan Eurasia Grup, Ayham Kamel, menilai pasukan loyalis kini bersiap dengan "strategi baru" mengonsolidasikan kekuatan seputar area urban agar tetap di bawah kendali mereka.

Mereka juga masih memiliki kelebihan dalam kekuatan udara, meski saat ini oposisi juga memiliki persenjataan anti-udara dan artileri berat, oposisi lebih banyak menggantungkan kepada roket buatan sendiri. Tapi, dengan semua kelebihan itu, Kamel menilai Assad paling jauh bertahan hingga pertengahan 2013. Pasalnya salah satu sekutu terkuat, Rusia mulai menunjukkan tanda-tanda keyakinan melemah bahwa Assad mampu bertahan.

Faktor lain yang perlu dicatat, AS pun kini meletakkan kulit luar dalam percaturan konflik. Tak hanya membawa rudal Patriot ke tenggara Turki di bawah pengawasan NATO, namun juga mengerahkan 400 tentara untuk membantu mengoperasikan fasilitas tersebut.

Jumlah pasukan itu memang tak layak untuk invasi darat. Namun secara fungsi dia menentukan. Begitu Assad menembakkan Scud-nya ke Turki, maka ia mengambil risiko membunuh atau mencederai Amerika. Itu berarti memicu tindak balasan dari AS.

Secara diplomatik, Presiden Obama mengumumkan ia mengakui satu koalisi oposisi sebagai pemerintahan legal Suriah--dengan pengecualian terhadap Jabhat al Nusra, yang disebut AS teroris karena terkait grup Alqaidah. Kemudian Badan Pengembangan Internasional di AS kian getol mengupayakan kantor 'transisi' berbasis di Turki yang membantu dan memandu koalisi oposisi agar memiliki kemampuan memimpin dan memerintah.

Hanya saja oposisi di Suriah tetap terpecah. Beberapa tidak puas dengan sikap AS yang menempatkan Jabhat al Nusra sebagai grup teroris, mengingat mereka memiliki pasukan tempur efektif.

Ketiadaan kohesi di kalangan oposisi menjadi alasan utama mengapa analis Kamel berpikir Assad masihlah memiliki tangan kuat ketimbang yang diyakini di luar. "Kekuatan itu mencegah oposisi melakukan konsolidasi militer meraih kesuksesan, dan sering terbukti kesolidan oposisi hanya bersifat sementara."

Hingga kini tak ada lagi serangan kimia di Timur Tengah sejak Saddam Hussein meluncurkan gas ke penduduk Kurdi Irak, di Halabja pada 1988. Motivasi Assad dinilai AS masih berkabut.

Niat Assad tidak bisa diketahui pasti, namun penggunaan gas sarin menutup kemungkinan negara luar mau menerima Assad bila dia kabur. Tapi lagi-lagi, sumber anonim Washington Post berkomentar. "Jika anda seorang jendral, dan anda pikir anda tak bakal selamat dalam pertempuran ini, maka anda tak akan peduli lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement