Selasa 20 Aug 2013 06:55 WIB

KBRI Serahkan Bantuan Sembako untuk WNI di Mesir

Pasukan militer Mesir melemparkan gas air mata ke arah pendukung Presiden Mursi di Kairo, Rabu (14/8).
Foto: AP
Pasukan militer Mesir melemparkan gas air mata ke arah pendukung Presiden Mursi di Kairo, Rabu (14/8).

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Duta Besar RI untuk Mesir Nurfaizi Suwandi pada Senin (19/8) petang menyerahkan bantuan bahan kebutuhan pokok (sembako) kepada warga negara Indonesia (WNI) di Mesir.

"Bantuan sembako ini merupakan satu dari sekian langkah kepedulian KBRI kepada WNI terkait dengan krisis politik Mesir saat ini," kata Dubes Nurfaizi salam sambutan penyerahan sembako di Kantor Kosuler KBRI di Distrik Madinat Nasr.

Pada saat penyerahan bantuan pangan itu, Nurfaizi didampingi sejumlah pejabat KBRI mencakup Wakil Duta Besar (Deputy Chief of Mission/DCM) Teuku Darmawan, Kepala Fungksi Ekonomi Iwan Wijaya Mulyatno, Atase Perdagangan Fetnayeti Winarko.

Dubes kembali menegaskan, sejauh ini KBRI belum berencana melakukan evakuasi karena situasi di Mesir dinilainya masih kondusif dan belum berdampak negatif bagi WNI.

Mantan Kapolda Metro Jaya itu mengingatkan WNI agar tidak terpancing dengan berita, misalnya ada negara tetangga Indonesia sudah mulai mengevakuasi warganya dari Mesir.

"Jangan terpancing dengan berita evakuasi dari negara lain. Pemerintah Indonesia tentu saja akan mengayomi seluruh WNI, dan semua langakah penyelamatan telah disiapkan bila sitauasi keamanan memburuk," katanya.

Dubes secara simbolik menyerahkan bantuan awal kepada WNI terutama mahasiswa lewat organisasi kekeluargaan.

Menurut Kepala Pelaksana Fungsi Penerangan, Sosial Budaya KBRI Kairo, Dahlia Kusuma Dewi, bantuan tersebut mencakup 900 kg beras, 450 liter minyak goreng, 450 kg gula pasir, 125 box mie instan, 600 kotak teh, 600 kaleng ikan tuna, 600 kaleng korne, 600 botol kecap manis, dan 200 kg susu bubuk.

Wakil Presiden Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir, Delfa Hariyad, menyampaikan apresiasi atas bantuan sembako yang dibutuhkan.

Terkait situasi memburuk di Mesir, Delfa mengungkapkan bahwa di kalangan mahasiswa ada ingin dievakuasi dan ada pula yang ingin bertahan di Mesir.

"Persentase yang ingin dan enggan dievakuasi itu kayaknya seimbang, fifty-fifty atau 50-50 persen," katanya.

Enggan dievakuasi
Sejumlah mahasiswa yang ditemui Antara di Kairo umumnya mengaku enggan dievakuasi meskipun situasi di negeri itu kian memburuk.

"Saya pribadi sejauh ini ingin tetap tinggal di Mesir mengingat masa kuliah saya tinggal setahun lagi. Takutnya kalau pulang, nanti sulit kembali lagi ke Mesir," kata Tsaqofina Hanifah, mahasiswi asal Solo.

Pernyataan senada diutarakan Fatimah Insani Zikra, mahasiswi asal Padang, Sumatera Barat. "Saya tinggal di Asrama Buust Universitas Al Azhar masih merasa aman, jadi evakuasi kayaknya belum terpikirkan," katanya.

Tsaqofina Hanifah yang juga Ketua Wihdah, organisasi putri beranggotakan 872 mahasiswi, suatu badan otonomi di bawah PPMI, mengungkapkan, ada mahasiswa yang ingin dievakuasi dan ada pula yang enggan.

"Jumlah yang ingin dievakuasi itu berkisar 40 persen, sisanya enggan, dan mereka masing-masing punya alasan pribadi," katanya.

Muhammad Rasyad, mahasiswa asal Jawa Tengah mengatakan dirinya sampai sekaranga belum berfikir ikut evakuasi.
Ketua Kerukunan Sulawesi Selatan (KKS) Yusran Yusuf juga mengatakan enggan dievakuasi.

Keengganan serupa diutarakan Ketua Kelompok Studi Mahasiswa Riau, Azril Yusri karena menganggap masih aman.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement