Rabu 16 Oct 2013 16:15 WIB

Ulama Suriah Izinkan Rakyat yang Kelaparan Makan Daging Anjing

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/ Red: Karta Raharja Ucu
Warga Suriah kelaparan
Foto: al-monitor
Warga Suriah kelaparan

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Perang saudara melahirkan krisis berkepanjangan untuk rakyat Suriah. Tak sedikit warga yang mati kelaparan karena perang yang tak kunjung usai. Menilik fenomena itu, sekelompok ulama Suriah mengeluarkan fatwa kontroversial dengan mengizinkan warga yang tinggal di pinggiran Kota Damaskus untuk memakan daging anjing.

Dalam sebuah video, dikutip dari BBC, seorang ulama mengatakan masyarakat bisa memakan kucing, anjing dan kera untuk menghilangkan rasa lapar. Namun, kelompok ulama terpaksa mengeluarkan fatwa memakan daging binatang yang diharamkan dalam ajaran Islam, karena rakyat di Muadhamiya kelaparan. Muadhamiya memang dikuasai kelompok oposisi sehingga terkepung militer Suriah.

Lembaga bantuan kemanusiaan meminta pemerintah mengizinkan suplai makanan masuk ke daerah itu. Karena banyak warga sipil yang terperangkap di dalamnya. Namun ratusan warga bisa melarikan diri dari wilayah itu pekan ini. Karena kedua belah pihak melakukan gencatan senjata.

Sepatutnya di kala Muslim seluruh dunia merayakan Idul Adha, rakyat Suriah menikmati makanan yang melimpah. Namun, perang membuat rakyat Suriah di sekitaran Ghouta tak bisa menikmati daging sapi, kambing, atau onta.

Sang ulama meminta bantuan kepada seluruh masyarakat internasional. Sebab situasi di wilayah itu sangat parah. Bahkan bukan tak mungkin warga akan memakan jenazah manusia karena tidak ada lagi yang bisa dimakan.

Ini bukan pertama kalinya ulama Suriah merilis fatwa kontroversial. Beberapa kali ulama mengeluarkan fatwa serupa ketika terjadi perang di Homs dan Aleppo.

Lembaga bantuan kemanusiaan mengatakan prioritas utama seharusnya menyalurkan makanan di wilayah yang sedang dilanda perang. Prioritas ini harus disamakan dengan program pelucutan senjata pemusnah massal di Suriah.

Direktur Jenderal Medecins Sans Frontieres (MSF), Christopher Stokes, menggambarkan situasi ini sangat absurd. Karena ketika tim inspektur senjata kimia bisa bebas ke wilayah yang kritis, justru konvoi bantuan dihentikan.

Ratusan orang tewas pada tanggal 21 Agustus akibat roket yang berisi gas saraf jatuh ke wilayah Zamalka, Ein Tarma dan Muadhamiya. Tim inspektur tak menyebutkan siapa yang bertanggung jawab. Akan tetapi pemerintah dan oposisi saling menyalahkan atas tragedi itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement