Rabu 26 Nov 2014 16:15 WIB

PBB Izinkan Lagi Bantuan Masuki Suriah

PBB
PBB

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Pejabat penting PBB urusan bantuan meminta Dewan Keamanan PBB, Selasa, mengizinkan pengiriman bantuan memasuki Suriah, kini tempat paling banyak orang terlantar di dunia akibat perang saudara.

Dewan itu pada Juli menyetujui resolusi mengizinkan iringan pengangkut pasokan bantuan memasuki wilayah Suriah, yang dikuasai pemberontak, tanpa izin pemerintah Damaskus.

Kendati iringan itu tidak mencapai banyak orang yang membutuhkan seperti yang diharapkan," itu telah sangat membantu," kata Valerie Amos, Wakil Sekjen untuk Bantuan Kemanusiaan.

"Saya mengharapkan dewan ini akan memperbarui ketentuan-ketentuan dalam resolusi nomor 2165 itu" yang mengizinkan pengiriman, katanya.

Dalam enam bulan belakangan ini, 30 konvoi yang mengangkut bantuan pangan, obat-obatan, air dan peralatan sanitasi telah dikirim dari Turki dan Yordania.

Koalisi Nasional Suriah (SNC) yang oposisi dalam satu penyataan mengatakan bahwa konvoi-konvoi lintas perbatasan PBB telah "mencapai hanya satu bagian dari sekitar 3,5 juta orang yang akan dibantu" dan menyerukan PBB meningkatkan pengiriman-pengiriman.

Perang hampir empat tahun di Suriah memaksa hampir setengah dari penduduk Suriah meninggalkan rumah-rumah mereka.

Kini ada sekitar 7,6 juta orang terlantar di Suriah dan 3,2 juta orang melarikan diri ke luar negeri, sebagian besar ke negara-negara tetangga.

"Ini adalah jumlah terbesar yang terlantar dari konflik di dunia," kata Amos.

Amos meminta dewan mendesak semua pihak dalam perang di Suriah menghentikan penghambatan pengiriman bantuan dan mengakhiri aksi kekerasan.

Satu laporan bulan ini mengatakan bahwa 10 permintaan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bagi bantuan sejak Oktober tidak mendapat jawaban pemerintah Presiden Bashar al-Assad.

Utusan PBB Staffan Mistura telah mengusulkan pemberlakuan zona-zona khusus di Suriah untuk "membekukan" perang guna mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan dan menciptakan suasana bagi perundingan politik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement