Senin 02 Feb 2015 08:04 WIB

Kelompok Syiah Penguasa Yaman Ultimatum Pemerintah

Kelompok Syiah Al-Houthi yang menguasai Yaman.
Foto: Reuters
Kelompok Syiah Al-Houthi yang menguasai Yaman.

REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Kelompok Syiah Al-Houthi, yang saat ini menguasai Ibu Kota Yaman, Sanaa, pada Ahad (1/2) menyampaikan ultimatum tiga-hari bagi penyelesaian guna mengakhiri krisis politik yang saat ini merongrong negara tersebut.

Kelompok gerilyawan itu, yang juga dikenal dengan nama Ansarullah dan berpusat di Provinsi Saada di bagian utara-jauh Yaman, telah memperluas pengaruh mereka ke arah selatan, setelah menandatangani perdamaian yang ditaja PBB dan kesepakatan pembagian kekuasaan pada 21 September 2014. Sebelumnya, mereka merebut ibu kota Yaman dengan menggunakan kekuatan.

Di dalam satu pernyataan yang diterbitkan setelah konferensi nasional tiga-hari yang diselenggarakan di Sanaa, kelompok tersebut mengatakan "pemimpin revolusioner" akan melakukan "tindakan yang diperlukan jika pengalihan kekuataan gagal dilakukan secara damai".

Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi dan Perdana Menteri Khaled Bahah mengajukan pengunduran diri mereka pada penghujung Januari, di tengah pertikaian dengan kelompok Al-Houthi. Setelah pengunduran diri mereka, negara Arab itu memasuki kevakukan keamanan total, yang bisa membuat peluang bagi kelompok gerilyawan untuk memperluas pengaruh mereka di Yaman, begitu laporan Xinhua.

Beberapa sumber di Istana Presiden mengungkapkan, Hadi mungkin mencabut pengunduran dirinya jika kelompok Al-Houthi berhenti menuntut pembagian kekuasaan. Parlemen Yaman sebelumnya menyatakan akan mengadakan sidang darurat guna melakukan pemungutan suara mengenai pengunduran diri Hadi, tapi telah menunda pertemuan tersebut sampai pemberitahuan lebih lanjut.

Para pejabat pemerintah mengatakan upaya dalam negeri dan internasional sedang dilancarkan untuk meyakinkan Hadi agar mencabut pengunduran dirinya. Namun, kelompok Al-Houthi mengusulkan pembentukan Dewan Presidensial guna menggantikan Hadi dalam memerintah negeri tersebut.

Pada Selasa lalu (27/1), kelompok Al-Houthi membebaskan Kepala Staf Hadi, Ahmed Awad bin Mubarak, yang mereka culik dan tawan selama 10 hari dalam pertikaian mengenai rancangan undang-undang dasar, yang mengakibatkan krisis yang berlangsung terus.

Kelompok itu menolak rancangan undang-undang dasar yang membagi Yaman jadi enam wilayah federal dan menuntut perubahan berdasarkan hasil dialog perujukan nasional yang berakhir pada Januari tahun lalu.

Pemerintah Yaman berada di ambang keambrukan setelah bentrokan mematikan dengan anggota Al-Houthi di Sanaa pada awal Januari. Jamal Benomar, Utusan PBB untuk Yaman, telah berusaha menengahi penyelesaian selama dua pekan belakangan, tapi semua faksi politik di negeri itu belum mencapai konsensus.

Negara Arab tersebut telah menghadapi rencana dan upaya pemisahan diri yang meningkat dari jaringan Al Qaida di Yaman Selatan. Yaman juga telah menghadapi kerusuhan yang terus berlanjut sejak 2011, ketika protes massa menggulingkan presiden Ali Abdullah Saleh pada 2012.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement