Ahad 03 May 2015 20:30 WIB

Mesir Gunakan Pengadilan untuk Kekang Kebebasan Pers

jurnalis di penjara (ilustrasi)
Foto: www.examiner.com
jurnalis di penjara (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Amnesty Internasional melaporkan, pemerintah Mesir telah menggunakan pengadilan untuk mengekang jurbalisme. Menurut Amnesty, Mesir kerap menahan wartawan tanpa tuduhan atau proses peradilan.

Kelompok Hak Asasi yang berbasis di New York tersebut melaporkan, tindakan keras kerap diluncurkan pemerintah Presiden Abdel Fattah el-Sisi untuk mengekang kebebasan berekspresi. Dari laporan yang dirilis Ahad (3/5), terdaftar 18 wartawan dan pekerja media dipenjara dan puluhan lainnya menghadapi investigasi kriminal.

"Di Mesir saat ini siapa pun yang menantang, mengkritik, atau mengekspos pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah berisiko dimasukkan ke dalam sel penjara, sering kali tanpa tuduhan atau proses peradilan atau dengan tuduhan yang dibuat-buat," kata Amnesty seperti dikutip Reuters, Ahad (3/5).

Menanggapi laporan tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty membantah hal itu. Menurutnya wartawan yang ditangkap berdasarkan surat perintah dari jaksa penuntut umum dan melalui proses hukum.

"Tak ada yang ditargetkan sebagai jurnalis. Tuduhan tersebut omong kosong yang dipolitisir," kata Abdelatty.

Sekitar 18 wartawan telah dijebloskan ke penjara Mesir. Tiga diantaranya adalah wartawan Aljazirah divonis tujuh hingga 10 tahun penjara, atas tuduhan menyebarkan kebohongan. Wartawan asal Australia Peter Greste dideportasi Februari lalu, sementara Mohammed Fahmy dan Mohamed Baher masih harus menjalani peradilan ulang.

Dalam kasus terpisah, lima wartawan dari surat kabar Al-Masry Al-Youm menghadapi investigasi kriminal. Ia ditangkap setelah menuduh pasukan keamanan melakukan korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia.

Wartawan foto lain, ditangkap di sebuah aksi protes di Kairo pada Desember 2013. Fotografer tersebut sempat ditahan selama 18 bulan sebelum dijatuhkan dakwaan dan akhirnya bebas pekan lalu.

Amnesty mengatakan, sebagian besar dari vonis tak memiliki bukti. Umumnya hakim menjatuhkan vonis hanya berdasarkan kesaksian dari aparat keamanan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement