Selasa 04 Aug 2015 21:35 WIB

Hadapi Ancaman ISIS, Irak Digitalisasi Perpustakaan Nasional

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Agung Sasongko
Pengungsi di Irak dan Suriah korban kebiadaban ISIS.
Foto: Reuters
Pengungsi di Irak dan Suriah korban kebiadaban ISIS.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Irak sekarang sedang menyiapkan mikrofilm digitalisasi buku dan naskah dokumen Irak untuk mengantisipasi upaya pengrusakan yang dilakukan Kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Berangkat upaya ISIS yang menghancurkan sejarah dan budaya Irak, termasuk buku di Kota Mosul, pelestarian dan digitalisasi proyek besar sedang berlangsung di ibu kota Baghdad. Tujuannya untuk menjaga sejarah Baghdad.

Dalam kamar gelap di kantor belakang perpustakaan, petugas menggunakan pencahayaan khusus untuk memotret beberapa naskah yang paling berharga. Kepala departemen mikrofilm Mazin Ibrahim Ismail, mengatakan mereka sedang menguji proses dokumen dari Kementerian Dalam Negeri di bawah kepemimpinan raja terakhir Irak, Faisal II, yang memerintah 1939-1958.

"Setelah restorasi untuk beberapa dokumen lama dari era Ottoman, 200-250 tahun yang lalu, selesai, kami akan mulai memotret mereka ke mikrofilm," kata Ismail.

Ia mengatakan, arsip digital lebih memastikan konten mereka bertahan hidup di masa depan di tengah ancaman. Jenis kerusakan setiap dokumen seperti robek dan penuaan. Ada juga yang dibakar dan terdapat noda karena serangan. Dan kemudian ada beberapa naskah yang lembab dan terkena suhu terik.

"Mereka adalah buku yang paling sulit untuk mengembalikan," kata karyawan senior di departemen restorasi Fatma Khudair.

Pihaknya menggunakan alat khusus untuk mencoba melonggarkan dan memisahkan halaman. Teknisi mensterilkan naskah dan dokumen selama 48 jam, mencuci mereka dari debu dan kotoran lain yang terakumulasi dari waktu ke waktu.

Kemudian membalik halaman demi halaman menggunakan jaringan Jepang, mengisi tepi halaman yang robek atau lapisan dokumen lebih-halus dengan lapisan tipis untuk membuat mereka lebih tahan lama. Perpustakaan Nasional Baghdad, didirikan oleh Inggris pada tahun 1920 pada sumbangan dan pertama diawasi oleh seorang imam Katolik.

Pada saat pendudukan AS tahun 2003, kekacauan terjadi di ibu kota, pelaku pembakaran membakar perpustakaan. Menghancurkan 25 persen buku dan sekitar 60 persen dari arsipnya, termasuk catatan Ottoman. Arsip 1977-2003 terbakar menjadi abu.

Arsip sebelumnya 1920-1977, termasuk dokumen-dokumen Kementerian Dalam Negeri sensitif, telah disimpan dalam tas dan selamat dari kebakaran.

Direktur perpustakaan dan arsip Baghdad Jamal Abdel-Majid Abdulkareem mengatakan, buku dan dokumen penting terkena air tank Amerika Serikat. Sekitar 400.000 halaman dokumen  periode Ottoman dan 4.000 buku langka rusak. Dokumen itu termasuk arsip berharga Ibrani sebagian besar yang kemudian dipindahkan ke Washington.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement