Sabtu 21 Jan 2017 21:34 WIB

Dubes Al Rahim Ajak Pengusaha Indonesia Berinvestasi di Sudan

Duta besar Sudan untuk Indonesia, Abd Al Rahim Alsiddig
Foto: Dokumen Kedutaan Besar Republik Sudan.
Duta besar Sudan untuk Indonesia, Abd Al Rahim Alsiddig

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta besar Sudan untuk Indonesia, Abd Al Rahim Alsiddig mengatakan, pencabutan sanksi-sanksi Amerika Serikat atas Sudan di bidang ekonomi dan perdagangan, membuka jalan bagi para pengusaha khususnya dari Indonesia untuk menanam modal di negara itu. "Pencabutan sanksi-sanksi oleh Amerika Serikat atas Sudan merupakan perkembangan positif dan juga membuka jalan bagi para pengusaha untuk berinvestasi," kata Dubes Abd Alrahim dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (19/1) kemarin.

Pernyataan itu disampaikan Dubes Abd Al Rahim beberapa hari setelah AS mengumumkan pencabutan sanksi-sanksi di bidang ekonomi dan perdagangan yang telah diberlakukan selama 20 tahun, dan menjelang perayaan Hari Ulang Tahun ke-61 Kemerdekaan Republik Sudan. Dia mengatakan Sudan adalah pasar yang cukup besar dan negara yang kaya akan sumber daya alam dan para pengusaha dapat menanam modal antara lain di sektor pertanian, perminyakan dan pertambangan.

"Kami siap untuk menjalin kerja sama yang saling menguntungkan di berbagai bidang," katanya.

(Baca Juga: AS Cabut Sanksi Ekonomi Selama 20 Tahun Atas Sudan)

Diharapkan Indonesia mengambil inisiatif untuk memanfaatkan peluang-peluang usaha di Afrika sebagai pasar nontradisional, khususnya di Sudan dan menjadikannya sebagai pintu masuk ke benua itu. Pertamina pernah menanam modal di dua blok (off shore dan on shore) di Negeri Dua Sungai Nil tersebut, tetapi karena berbagai alasan maka kemudian keluar.

"Namun kini Pertamina berniat balik untuk investasi," kata Dubes Abd Al Rahim.

India dan Brazil tercatat sebagai dua negara di luar Teluk yang menanam modal cukup besar di sektor pertanian. Arab Saudi, Qatar dan Uni Emirat Arab merupakan investor terbesar di Sudan yang merupakan negara paling stabil di kawasan itu.

Sejauh ini volume dan nilai perdagangan kedua negara masih relatif kecil dan lebih menguntungkan Indonesia yang mengekspor antara lain mobil, alat-alat kesehatan dan baterei dan impornya berupa kapas dan gula. Dalam kesempatan yang sama Ketua Komite Tetap Afrika, Kadin, Mintardjo Halim mengatakan dengan mempertimbangkan pencabutan sanksi-sanksi atas Sudan oleh AS, neraca perdagangan antara Indoensia dan Sudan akan meningkat pada masa mendatang.

"Kami mengusulkan dewan bisnis yang dibentuk kedua negara untuk dihidupkan kembali untuk menangkap peluang-peluang," kata Mintardjo Halim. Menurut dia, sejumlah pengusaha Indonesia akan pergi Afrika untuk melakukan kontak bisnis dan memasukkan Sudan dalam rencana itu.

Indonesia dan Sudan telah menjalin hubungan diplomatik pada 1960. Hubungan kedua negara telah berkembang di berbagai bidang termasuk politik, pendidikan, ekonomi dan perdagangan, program pelatihan dan pertanian. Presiden Joko Widodo dan Presiden Omer Hasan Ahmed al Bashir bertemu pada Maret 2016 di Jakarta.

Dalam dua tahun terakhir, keduanya menyelenggarakan sidang konsultasi bilateral pertama di Jakarta dan dan alam dua bulan mendatang sidang kedua pertemuan akan diselenggarakan di Khartoum, ibu kota Sudan. "Kami akan mengadakan revisi sejumlah memorandum of understanding dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan terakhir," kata Dubes Abd Alrahim. Indonesia berpartisipasi dalam misi perdamaian UNAMID di Sudan dengan mengerahkan satuan kepolisian dan kehadirannya mendapat sambutan baik dari warga setempat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement