Senin 23 Jan 2017 17:19 WIB

Bentrokan di Yaman Tewaskan 66 Orang dalam 24 Jam

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Winda Destiana Putri
Yaman
Foto: ceegaag.net
Yaman

REPUBLIKA.CO.ID, ADEN -- Bentrokan di Yaman menewaskan sedikitnya 66 orang dalam 24 jam, setelah pasukan pro-pemerintah Yaman mendorong pemberontak dari bentangan utama garis pantai. Bentrokan diawali dengan serangan udara yang dilakukan oleh pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi di wilayah strategis selat Bab Al-Mandab.

Sebanyak 52 pemberontak Syiah Houthi dan pemberontak pendukung mantan Presiden Ali Abdullah Saleh, tewas dalam serangan tersebut. Sedangkan 14 korban lainnya berasal dari anggota pasukan pro-pemerintah.

Pasukan pro-pemerintah di bawah kepeminpinan Presiden Abedrabbo Mansour Hadi sebelumnya telah melancarkan serangan besar pada 7 Januari untuk merebut kembali distrik Dhubab. Serangan kemudian berlanjut ke Bab Al-Mandab, rute maritim utama yang menghubungkan Laut Merah dan Samudera Hindia.

Sejumlah pesawat tempur dan helikopter Apache menyerang dan mendorong pemberontak menuju Kota Mokha di Laut Merah. Pada Ahad (22/1), para pemberontak terdorong sejauh 10 km ke Mokha, namun meninggalkan beberapa ranjau darat.

Dilansir Arab News, jenazah korban dari kedua belah pihak dibawa ke rumah sakit militer Hodeida. Rumah sakit juga menerima 55 korban luka dari kelompok pemberontak dan 22 korban ljka dari pasukan pro-pemerintah pada Ahad (22/1).

Koalisi pimpinan Arab Saudi telah mengintervensi Yaman sejak Maret 2015, sebagai dukungan kepada Presiden Mansour Hadi. Sementara pemberontak dibantu oleh Iran, yang masih menguasai ibukota Sanaa.

Utusan perdamaian PBB, Ismail Ould Cheikh Ahmed, tiba di Sanaa pada Ahad (22/1) untuk melakukan pembicaraan dan mendorong rencana perdamaian. Ia meminta adanya gencatan senjata yang menyebabkan transisi politik di negara itu, dengan mengurangi kekuasaan Hadi secara signifikan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, lebih dari 7.400 orang telah tewas sejak intervensi koalisi Arab Saudi dilakukan. Seorang juru bicara PBB bahkan mengatakan jumlah korban warga sipil bisa mencapai 10 ribu orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement