Selasa 27 Jun 2017 16:54 WIB

Blokade Qatar, Distribusi Makanan Dikhawatirkan Terhenti

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Warga Qatar yang panik berbelanja stok makanan di sebuah supermarket di Doha pascapemutusan hubungan diplomatik dengan lima negara Arab.
Foto: AP
Warga Qatar yang panik berbelanja stok makanan di sebuah supermarket di Doha pascapemutusan hubungan diplomatik dengan lima negara Arab.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Dengan keputusan pemutusan hubungan diplomatik, Arab Saudi saat ini telah menutup perbatasan antara negara itu dan Qatar. Jalur transportasi melalui darat, laut dan udara seluruhnya diblokade.

Selama ini, Qatar menjadi salah satu negara yang bergantung pada makanan impor. Tercatat pada 2015, impor senilai hingga satu triliun dolar AS dilakukan Qatar dari Arab Saudi dan UEA.

Karena itu, dengan keputusan blokade, distribusi makanan bagi warga Qatar dikhawatirkan terhenti. Beberapa saat setelah pemutusan hubungan diplomatik tersebut, banyak warga Qatar yang dilaporkan langsung berbelanja dalam jumlah besar untuk memasok makanan.

Selain menutup jalur transportasi, pemutusan diplomatik dengan Qatar juga membuat warga dari negara itu yang menetap di Bahrain, Arab Saudi, dan UEA harus pergi. Baik mereka yang tinggal dengan alasan pekerjaan atau keluarga, semuanya tak dapat berada lagi di sana.

Pemerintah Iran mendesak negara-negara Eropa untuk membantu menyelesaikan krisis diplomatik di Timur Tengah. Konflik di kawasan itu terjadi setelah sejumlah negara-negara Teluk Arab melakukan blokade terhadap Qatar.

Pada 5 Juni lalu, Arab Saudi, Mesir, Bahrain, dan Uni Emirat Arab (UEA) yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Kemudian tiga negara lain, yaitu Yaman, Maladewa, dan Libya mengikuti langkah serupa.

Qatar dituding telah mendukung kelompok teroris, termasuk Ikhwanul Muslimin. Negara itu disebut juga mendanai, merangkul terorisme, ektremisme, serta organisasi sektarian yang dianggap berbahaya untuk keamanan nasional masing-masing tersebut, serta seluruh wilayah di Timur Tengah.

Sebelumnya, Amnesty Internasional juga memperingatkan blokade yang dilakukan terhadap Qatar membuat warga sipil negara itu terlantar. Beberapa diantara mereka harus menghadapi kemungkinan terpisah dari keluarga karena diusir dari negara yang saat ini ditinggali. Tercatat ada sekitar 6.000 keluarga di negara-negara Teluk Arab yang memiliki anggota berasal dari Qatar.

"Kami meminta pengaruh Eropa untuk menyelesaikan konflik antara Qatar dan negara-negara Teluk yang membuat Timur Tengah menjadi tidak stabil, khususnya dalam hal keamanan regional," ujar menteri luar negeri Iran Mohammed Javad Zarif, dilansir dari Aawsat, Senin (26/6).

Presiden Iran Hassan Rouhani sebelumnya juga menekankan dukungan terhadap Qatar yang menghadapi blokade. Negara itu sebelumnya juga mengirimkan sejumlah bantuan, diantaranya impor produk makanan, seperti susu segar yang biasanya didapatkan dari Arab Saudi dan UEA.

Sementara itu, dalam upaya menangani krisis Timur Tengah, Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui Menteri Luar Negeri Rex Tillerson juga akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani pada Selasa (27/6). Selain itu, Tillerson juga mengunjungi Menteri Luar Negeri Kuwait Syaikh Sobah Khalid Al-Hamd dalam membahas konflik diplomatik tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement