Selasa 15 Aug 2017 08:51 WIB

Bocoran Email Sebut Putra Mahkota Saudi Ingin Akhiri Perang Yaman

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nidia Zuraya
Wakil Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman bin Abdulaziz Al Saud.
Foto: AP
Wakil Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman bin Abdulaziz Al Saud.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH - Putra mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman bin Abdulaziz Al Saud, mengatakan kepada dua mantan pejabat Amerika bahwa dia ingin perang Yaman, yang dimulainya dua tahun lalu, untuk bisa segera berakhir. Penyataan itu diketahui dari bocoran email yang dipublikasikan oleh Middle East Eye.

Pewaris tahta kerajaan Saudi berusia 31 tahun itu juga mengatakan ia tidak menentang pendekatan AS terhadap Iran. Kebocoran tersebut berkaitan dengan diskusi yang dia lakukan di Timur Tengah dengan Martin Indyk, mantan Duta Besar AS untuk Israel, dan Steven Hadley, yang bertugas sebagai penasihat keamanan nasional AS selama masa jabatan Presiden AS George W Bush.

Percakapan tersebut berlangsung setidaknya satu bulan sebelum Arab Saudi, UEA, Bahrain, dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Qatar. Mereka menuduh Qatar mencoba merongrong perang Yaman dan memiliki hubungan persahabatan dengan Iran.

Rincian pertemuan antara Mohammed bin Salman dan mantan pejabat Amerika itu terungkap dalam pertukaran email, antara Indyk dan Yousef al-Otaiba, Duta Besar UEA di Washington, DC. Menurut Middle East Eye, pertukaran email itu kemudian ditemukan oleh kelompok GlobalLeaks.

Keraguan Mohammed bin Salman tentang Decisive Storm semakin mengancam posisi presiden Yaman, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang berada di pengasingan. Atas nama Hadi, Arab Saudi meluncurkan serangan untuk melawan Houthi dan sekutu mereka.

Dalam sebuah email, Otaiba dan Indyk membahas perbedaan antara Mohammed bin Salman yang masih muda dan pemimpin yang lebih tua Arab Saudi, dan mereka menggambarkan Mohammed sebagai pemimpin pragmatis. Email tersebut juga menunjukkan bagaimana Otaiba dan pemimpin UEA melihat masa depan Arab Saudi.

Email yang bocor itu selanjutnya mengungkapkan percakapan antara Otaiba dan Elliott Abrams, mantan pejabat pemerintahan Presiden Bush yang pro-Israel. Mereka mengatakan tujuan UEA di kawasan ini sebagai sebuah hegemon baru dan imperialisme Emirat.

Konflik di Yaman telah meningkat secara dramatis sejak Maret 2015, ketika pasukan pimpinan Arab Saudi melancarkan operasi militer melawan Houthi yang bersekutu dengan Iran. Sejak konflik dimulai, lebih dari 10 ribu orang terbunuh dan jutaan lainnya terusir dari rumah mereka.

Operasi militer yang dipimpin oleh Saudi telah dipersalahkan atas penyebaran kolera di Yaman. Diperkirakan 500 ribu orang di negara tersebut terjangkit penyakit mematikan ini.

Indyk dihubungi oleh Middle East Eye dan diminta untuk menjelaskan isi pertukaran emailnya dengan Otaiba, namun dia menolak untuk berkomentar. Otaiba juga tidak membalas permintaan Middle East Eye untuk memberi komentar.

Kebocoran email tersebut terjadi sehari setelah Qasim al-Araji, Menteri Dalam Negeri Irak, mengatakan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman telah meminta Baghdad untuk bertindak sebagai perantara dan membantu memperbaiki hubungan antara Riyadh dan Teheran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement