Rabu 04 Oct 2017 16:04 WIB

Presiden Erdogan Kunjungi Iran Bahas Referendum Kurdi

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
 Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Foto: EPA
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dijadwalkan tiba di Iran pada Rabu untuk mengadakan pembicaraan penting dengan Presiden Iran Hassan Rouhani dan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. Mereka akan berbicara mengenai hasil referendum Irak dan masalah keamanan regional lainnya.

Seperti dilansir dari Aljazirah, Rabu (4/10), kunjungan Erdogan ke Teheran terjadi saat Ankara terus mencari konsensus regional mengenai cara untuk menghentikan upaya Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG) untuk berpisah dari Irak.

Menjelang kunjungan Erdogan, Kementerian Luar Negeri Turki mengumumkan, mereka ingin Baghdad mengambil alih kontrol perbatasan antara Turki dan Kurdistan Irak dari KRG. Pada Ahad, Erdogan mengatakan kepada anggota parlemen di Ankara bahwa dia berharap akan membuat kesepakatan dengan Iran, tentang referendum KRG.

Kunjungan Erdogan ke Teheran telah diperkirakan sejak Agustus. Namun agenda awalnya yang berfokus pada kerja sama militer untuk melawan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), dan pembentukan zona de-eskalasi di Suriah.

Analis Turki dan Iran sepakat bahwa sementara kunjungan Erdogan penting bagi kedua negara. Menurut analisis, Sinem Koseoglu dari perspektif militer dan keamanan, kunjungan Erdogan ke Iran sangat penting karena Turki mempertimbangkan lebih banyak sanksi terhadap KRG dan ibu kota wilayahnya, Irbil, termasuk penutupan perbatasannya.

Dia mengatakan Turki dapat memanfaatkan hubungan dengan Iran untuk memberi tekanan lebih besar pada KRG untuk mundur dari rencananya mendeklarasikan sebuah negara merdeka. Pada Senin, Erdogan mengirim Jenderal Hulusi Akar, Kepala Staf Umum militer, ke Teheran, kunjungan pertama untuk seorang pejabat militer Turki sejak Revolusi Islam 1979.

Pada pertemuan mereka, Akar dan kepala militer Iran, Mohammed Hussein Bagheri, mengecam referendum Kurdi sebagai inkonstitusional. Pada Agustus, Bagheri juga menjadi pejabat militer pertama yang pernah mengunjungi Ankara sejak tahun 1979. Iran, Turki bersumpah untuk bersama dengan Irak melawan kemerdekaan Kurdi.

Akar juga mengadakan pembicaraan terpisah dengan Presiden Rouhani. Pada pertemuan tersebut keduanya memperingatkan kemunduran batas geografis, jika terjadi perpecahan KRG dari Irak dan itu akan membahayakan keamanan serta stabilitas regional.

Sementara itu, Akar mengatakan Turki dan Iran, akan memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan ini dengan meningkatkan kerja sama menyusul referendum Kurdi.

Pada 25 September, pemilih di wilayah Kurdi Irak memilih untuk berpisah dari Baghdad, memicu krisis regional.

Pada pekan terakhir setelah referendum Kurdi, Turki telah mengadakan latihan militer gabungan dengan Irak. Secara terpisah, Irak juga mengumumkan latihan militer gabungan dengan Iran.

Tapi sejauh ini, belum ada kesepakatan mengenai latihan militer antara Turki dan Iran. Turki dinilai akan kehilangan banyak hal jika hubungannya dengan Kurdistan Irak memburuk. KRG adalah mitra dagang terbesar Turki di sebelah Eropa.

Perdagangan tahun lalu antara kedua negara diperkirakan paling tidak 7 miliar dolar AS dan diperkirakan akan meningkat menjadi 14 miliar dolar AS tahun ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement