Kamis 28 Sep 2017 22:52 WIB

Koalis Saudi Batasi Bantuan Ke Yaman

Rep: Marniati/ Red: Agus Yulianto
Salah satu sudut kota di Yaman yang hancur akibat perang (Ilustrasi)
Foto: Reuters
Salah satu sudut kota di Yaman yang hancur akibat perang (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SANA'A -- Human Rights Watch melaporkan.koalisi pimpinan Saudi membatasi impor bantuan ke Yaman.Dilansir dari Middle East Monitor, Kamis (28/9), pemblokiran bantuan, kapal tanker bahan bakar dan pembatasan impor dianggap melanggar hukum humaniter internasional,

"Koalisi yang dipimpin Saudi harus menghentikan pembatasan impor yang tidak sah ke Yaman, dan pasukan Houthi-Saleh harus berhenti mencampuri bantuan," kata Bill Van Esveld, peneliti senior Human Rights Watch.

Menurutnya, sebelum anak-anak menderita dan mati karena kekurangan pasokan bantuan, maka pihak-pihak yang bertikai harus membiarkan bahan bakar, makanan, dan obat-obatan terdistribusi ke seluruh keluarga yang membutuhkan.

Sejak tahun 2014, Houthi dan Presiden Ali Abdullah Saleh telah mengendalikan ibukota, Sanaa, dan melarang bantuan didorong ke daerah-daerah di luar kendali teritorial mereka. Pembatasan termasuk tidak membiarkan warga sipil melakukan perjalanan ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan medis.

Sekitar 700 ribu kasus kolera yang  telah menyerang Yaman, menambah tingkat keparahan situasi kemanusiaan. Semua pihak dalam konflik memiliki tanggung jawab kepada warga di bawah kendali teritorial mereka untuk memastikan bahwa kebutuhan dasar kemanusiaan terpenuhi. Membatasi bantuan dan pertolongan medis merupakan pelanggaran hukum perang.

Koalisi yang dipimpin Saudi memasuki perang sipil Yaman atas permintaan Presiden Abd Rabbuh Mansur Hadi yang diakui secara internasional, untuk mendorong mundur kemajuan militer oleh kelompok Houthi yang didukung Iran.

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah berulang kali meminta penyelidikan atas pelanggaran oleh semua pihak dalam perang sipil Yaman. Belum ada investigasi resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dilakukan, namun Human Rights Watch dan Amnesty International melihat adanya permusuhan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement