Sabtu 21 Oct 2017 16:31 WIB

Pejabat Saudi Kunjungi Berkas Markas ISIS, Raqqa

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Tentara berpatroli di sebelah bangunan yang hancur di Kota Raqqa.
Foto: EPA/YOUSSEF RABIE YOUSSEF
Tentara berpatroli di sebelah bangunan yang hancur di Kota Raqqa.

REPUBLIKA.CO.ID, RAQQA -- Menteri Urusan Teluk Arab Saudi Thamer Al-Sabhan telah mengunjungi kota Raqqa di Suriah utara, untuk membahas rencana rekonstruksi wilayah tersebut.

Al-Sabhan didampingi oleh utusan khusus AS untuk koalisi melawan ISIS, Brett McGurk, dan bertemu dengan Pasukan Pertahanan Suriah didukung AS (SDF) yang baru dibentuk Raqqa Civil Council.

Menurut sumber media Saudi, Riyadh dan Washington membahas pembangunan kembali Raqqa, setelah pertempuran tanpa henti yang menghancurkan sebagian besar infrastruktur kota, sehingga tidak dapat dihuni.

Amed Sido, penasihat aliansi SDF, mengatakan prioritas saat ini untuk komite rekonstruksi yang dibentuk oleh koalisi adalah membersihkan puing-puing dan ranjau darat yang tersisa dan ditanam oleh ISIS.

"Mereka [Arab Saudi] berjanji akan berkontribusi dalam pembangunan di Raqqa di masa depan. Kami menganggap ini sebagai kunjungan pertama, sebuah langkah awal yang bisa menjadi awal dari hubungan masa depan," kata Sido seperti dilansir Middle East Monitor, Jumat (20/10).

Arab Saudi adalah satu dari 73 anggota koalisi pimpinan AS di Suriah, tidak ada pejabat negara yang diketahui melakukan perjalanan ke wilayah tersebut.

Kemarin, sebuah kelompok hak asasi manusia mengungkapkan sekitar 1.873 warga sipil terbunuh dan ribuan lainnya terluka dalam operasi militer baru-baru ini yang dilakukan oleh SDF dan Partai Persatuan Demokratik Kurdi (RaYqa) Suriah yang didukung oleh AS di Raqqa. Menurut Save the Children, sekitar 270 ribu orang membutuhkan bantuan kemanusiaan yang mendesak.

ISIS telah kehilangan wilayah pada tahun ini saat SDF dan Pasukan Suriah Presiden Bashar Al-Assad yang bersekutu dengan pasukan Rusia berhasil mengalahkan mereka.

Namun, saat kelompok tersebut mundur, ketegangan antara kekuatan SDF dan pejuang pro-rezim muncul dalam konteks negosiasi politik mengenai masa depan negara yang akan diumumkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa bulan depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement