Sabtu 11 Nov 2017 10:33 WIB

Pemimpin Hizbullah: Saudi Umumkan Perang Melawan Lebanon

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Budi Raharjo
Sayed Hasan Nasrallah
Foto: futurodelmundo
Sayed Hasan Nasrallah

REPUBLIKA.CO.ID,BEIRUT -- Pemimpin partai politik Hizbullah di Lebanon menuduh Arab Saudi telah menyatakan perang pada negaranya, beberapa hari setelah Perdana Menteri Lebanon Saad al-Hariri mengumumkan pengunduran dirinya di Ibu Kota Saudi.

Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah juga mengatakan, Arab Saudi menahan Saad Hariri karena melawan keinginan pemerintah Saudi. Dia juga menuduh orang Saudi telah melakukan penghasutan terhadap Israel untuk melawan Lebanon.

Gerakan Hizbullah, Syiah yang merupakan gerakan yang kuat dan juga sekutu Iran, menuduh bahwa Arab Saudi telah memicu ketegangan di Lebanon. Sebelumnya, Saad Hariri mengatakan dalam sebuah siaran TV dari Riyadh, Sabtu (4/11), bahwa ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Pendana Menteri Lebanon, karena ia mencium adanya rencana yang mengancam nyawanya. Dia juga menyerang sekutu Lebanonnya, Hizbullah dan Iran.

Namun, Presiden Lebanon Michel Aoun dan politisi senior lainnya telah menuntut kembalinya Hariri, di tengah kecurigaan bahwa dia ditahan oleh orang-orang Saudi di bawah tahanan rumah dan dipaksa untuk melakukan penawaran. Aoun sendiri belum menerima pengunduran diri Hariri, dan Hariri masih belum berbicara di depan umum sejak pengumuman pengundiran dirinya.

Dalam pidato di sebuah televisi, Jumat (10/11) waktu setempat, Nasrallah mengatakan bahwa Arab Saudi mencoba untuk memprovokasi pertempuran di antara orang Lebanon. "Singkatnya, jelas bahwa pejabat Arab Saudi dan Saudi telah mengumumkan perang terhadap Lebanon dan Hizbullah di Lebanon, namun saya harus mengatakan ini adalah perang ke Lebanon," kata Nasrallah seperti yang dilansir dari BBC News, Sabtu (11/11).

Nasrallah juga menuduh Arab Saudi siap membayar ke Israel untuk melakukan serangan militer terhadap Lebanon, dan menggambarkan hal tersebut sebagai hal yang paling berbahaya. Pada akhir pekan, Nasrallah mengatakan bahwa Hariri telah dipaksa untuk mengundurkan diri oleh Saudi. Dia bahkan mengulangi tuduhan itu dengan mengatakan bahwa hal tersebut tidak diragukan lagi.

Selain itu, Nasrallah menganggap Arab Saudi berusaha untuk menghapus Hariri sebagai perdana menteri dan memaksakan kepemimpinan baru dalam gerakan politiknya.

Editor BBC Timur Tengah, Sebastian Usher mengatakan bahwa kata-kata Nasrallah disampaikan dengan tenang seperti sebelumnya, namun mereka pasti akan menaikkan ketegangan lebih jauh lagi karena semakin banyak negara di luar wilayah tersebut mencoba untuk menenangkan krisis.

Reaksi dari masyarakat internasional, melihat adanya kekhawatiran bahwa Lebanon bisa terlibat dalam konfrontasi regional yang lebih luas antara Arab Saudi dan Iran. Ketegangan antara ketiga negara telah melonjak sejak Hariri mengumumkan pengunduran dirinya. Namun Sekretaris Negara AS, Rex Tillerson memperingatkan agar Lebanon tidak menggunakan konflik proxy tersebut, dan menambahkan bahwa AS sangat mendukung kemerdekaan Lebanon.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan bahwa sebuah konflik baru di wilayah ini akan memiliki konsekuensi yang menghancurkan. Kamis (9/11), Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan kunjungan tak terjadwal ke Arab Saudi, untuk menekankan kepada para pemimpin Saudi pentingnya stabilitas di Lebanon. Sedangkan Perancis juga memiliki hubungan historis dengan Lebanon, sebagai bekas kekuasaan kolonial sebelum memperoleh kemerdekaan selama Perang Dunia Kedua.

Sebelumnya, Arab Saudi dan sekutunya di Teluk mengatakan kepada warga mereka di Lebanon untuk segera meninggalkan negara tersebut. Langkah tersebut dilakukan setelah Riyadh menuduh Iran melakukan agresi militer langsung, dengan mengatakan bahwa pihaknya memasok sebuah rudal dari Yaman ke Riyadh. Dan Iran menolak tuduhan Saudi tersebut sebagai tuduhan yang palsu dan berbahaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement