Jumat 15 Dec 2017 15:03 WIB

Perundingan Suriah Kembali tanpa Kesepakatan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Utusan khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Suriah Staffan de Mistura.
Foto: Martial Trezzini/Keystone via AP
Utusan khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Suriah Staffan de Mistura.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Perundingan perdamaian Suriah putaran kedelapan yang digelar di Jenewa, Swiss, telah berakhir pada Kamis (14/12). PBB selaku pihak yang memimpin negosiasi tersebut kecewa karena tak ada hasil apapun dicapai selama proses perundingan.

Utusan Khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura mengungkapkan perundingan ini diikuti oleh perwakilan kelompok oposisi dan rezim pemerintah Presiden Bashar al-Assad. Namun tak ada kesepakatan apapun yang berhasil dicapai oleh kedua kubu yang berselisih tersebut.

"Kami tidak mencapai negosiasi ini. Negosiasi dalamkenyataan tidak terjadi, kita tidak memiliki negosiasi yang nyata," ujar de Mistura seusai perundingan digelar seperti dikutip laman Anadolu Agency.

Ia menilai delegasi dari kedua kubu telah melewatkan kesempatan emas untuk segera menyelesaikan konflik dan perang sipil Suriah yangtelah berlangsung hampir tujuh tahun. "Saya kecewa tentang pembicaraan yang gagal ini," kata de Mistura.

De Mistura menerangkan, kegagalan perundingan pada putaran kali ini karena delegasi pemerintah Assad mengajukan prasyarat untuk digelarnya pemibcaraan langsung dengan oposisi.

Menurut kepala delegasi rezim pemerintah Suriah, Bashar al-Jaafari, mereka tidak akan melakukan pembicaraan langsungdengan oposisi sebelum mereka menarik diri dari deklarasi Riyadh 2.

Pada November lalu, delegasi oposisi menggelar pertemuan diR iyadh, Arab Saudi. Usai pertemuan tersebut mereka mendeklarsikan sebuah pernyataan yang berbunyi pemimpin rezim Suriah Bashar al-Assad tidak memiliki peran dalam transisi politik apapun di negara tersebut.

Namun pihak oposisi pun tak sudi menerima prasyarat yang diajukan oleh pemerintah Assad. Rezim ini menyabotase proses politik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement