Sabtu 06 Jan 2018 10:17 WIB

AS Desak PBB untuk Tanggapi Demonstrasi di Iran

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Budi Raharjo
Demonstrasi di Teheran, Iran, 30 Desember 2017.
Foto: AP Photo/Ebrahim Noroozi
Demonstrasi di Teheran, Iran, 30 Desember 2017.

REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON -- Jumat (5/1) waktu setempat, Amerika Serikat berusaha menyoroti pentingnya Dewan Keamanan PBB untuk menanggapi demonstrasi yang sedang berlangsung di Iran. Dimana, seruan AS tersebut memicu kecaman dari beberapa negara anggota, yang mempertanyakan validitas topik pembahasan di dalam institusi yang bertugas menjaga perdamaian dan keamanan internasional tersebut.

Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley mengatakan dalam sebuah pertemuan darurat dewan PBB, Jumat (5/1), rakyat Iran telah berbicara kepada pemerintahnya (melalui aksi demonstrasi) dan mendesak untuk berhenti memberikan dukungan bagi terorisme. "Berhentilah memberikan miliaran uang kami (warga Iran) untuk para pembunuh dan diktator," kata Haley seperti yang dilansir di Anadolu Agency, Sabtu (6/1).

Haley mengatakan, Dewan Keamanan PBB harus memperkuat pesan rakyat Iran, dan ia memperingatkan Iran saat ini sedang berada dalam perhatian dunia. "Dunia akan mengawasi apa yang anda (Iran) lakukan," tambahnya.

Oleh sebab itu, Rusia langsung menuduh Washington menyalahgunakan posisinya di Dewan Keamanan PBB, dengan menggunakan forum tersebut untuk membahas masalah Iran. Rusia menyebut hal tersebut sama sekali tidak pantas bagi Dewan Keamanan PBB mengambil alih demonstrasi di Iran. "Topik yang dipilih hari ini tidak termasuk dalam hak prerogatif," kata Duta Besar Rusia untuk PBB, Vasily Nebenzya.

Ia mengatakan, Moskow menyesalkan hilangnya nyawa dalam demonstrasi tersebut. Namun, Iran katanya, harus dibiarkan mengatasi masalahnya sendiri. "Kami tidak ingin terlibat dalam destabilisasi Iran atau negara lain," tambah Nebenzya.

Utusan Iran di PBB yang juga ada dalam sesi tersebut, meskipun tidak menjadi anggota dewan, setuju dengan Rusia. Utusan tersebut mengatakan AS menyalahgunakan kekuasaan sebagai anggota tetap, dan AS dinilai melakukan sebuah pelecehan terhadap dewan itu sendiri.

Duta Besar Inggris untuk PBB, Matthew Ryctoft juga membantah kategorisasi tersebut. Ia mengatakan tidak ada yang memaksa Iran masuk ke dalam agenda PBB. Ia mempertahankan Pasal 34 piagam dewan tersebut, dimana dalam memberdayakan dewan untuk menyelidiki perselisihan dapat menyebabkan konflik internasional.

Duta Besar Prancis untuk PBB Francois Delattre mengatakan sebelum pertemuan dewan tersebut, masyarakat internasional harus mengikuti 'jalan yang sempit'. "Ya tentu saja untuk kewaspadaan yang diperlukan dan seruan untuk menghormati kebebasan berekspresi sepenuhnya, tapi tidak pada instrumenisasi krisis dari luar karena hanya akan memperkuat ekstremisme, itulah yang ingin kita hindari," kata Delattre.

Sejak akhir Desember lalu, ribuan warga Iran melakukan demonstrasi di kota-kota timur laut Iran di Masyhad dan Kashmar untuk memprotes kenaikan inflasi, pengangguran dan manajemen pemerintahan yang dinilai tidak benar. Pada hari-hari berikutnya, demonstrasi tersebut masih berlanjut dan berubah menjadi demonstrasi anti-pemerintah, yang menyebar ke provinsi Teheran, Kermanshah, Sanandaj, Zanjan, Ahvaz dan Arak.

Lebih dari 20 orang tewas dalam demonstrasi tersebut, termasuk setidaknya satu petugas polisi. Sementara lebih dari seribu lainnya ditahan oleh pihak berwenang.

Pada Jumat (51) kemarin, ribuan warga Iran mengadakan demonstrasi di seluruh negeri untuk mengutuk dukungan pemerintah AS dalam demonstrasi anti-pemerintah, yang baru-baru ini terjadi. Salah satu demonstrasi terbesar ada di Masjid Imam Khomeini Musalla di Teheran, di mana ribuan pemrotes mengecam AS dan meneriakkan slogan anti-AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement