Senin 15 Jan 2018 11:49 WIB

Abbas: Usulan Perdamaian Trump Merupakan Tamparan

Presiden AS Donald Trump berbicara lewat telepon dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas (foto: ilustrasi).
Foto: VOA
Presiden AS Donald Trump berbicara lewat telepon dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas (foto: ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Ahad (14/1) mengecam kesepakatan perdamaian yang diusulkan oleh Presiden AS Donald Trump. Abbas menyebut kesepakatan itu merupakan  "tamparan di muka".

Hala itu ia sampaikan kepada anggota Dewan Sentral Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang bertemu di Kota Ramallah di Tepi Barat Sungai Jordan selama dua hari.

Dewan Sentral mengadakan pertemuan dua hari untuk menghasilkan keputusan strategis mengenai proses perdamaian, hubungan dengan Israel dan membahas pengumuman Trump pada Desember untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

"Yerusalem dihilangkan dari meja oleh satu kicauan Trump," kata Abbas,. Ia menambahkan bahwa status Yerusalem seperti Makkah. Tak ada yang lebih penting dari Yerusalem.

Baca juga, Mengapa Trump Akui Yerusalem Ibu Kota Israel.

Palestina menganggap Yerusalem Timur, yang diduduki oleh Israel selama Perang Arab-Israel pada 1967, sebagai ibu kota negara di masa depan. Sementara Israel mengumumkan Yerusalem yang utuh sebagai ibu kotanya yang abadi.

"Kita katakan tidak untuk apa yang bertentangan dengan nasib kita, masa depan kita atau masalah kita atau rakyat kita ... Tidak dan ribuan Tidak dan sekarang kita katakan kepada Trump Tidak dan Tidak," kata Abbas.

Ia menekankan, Palestina takkan meninggalkan atau membuat atau mengulangi kekeliruan pada masa lalu. Abbas  menyeru setiap orang Palestina agar segera bangkit untuk mempertahankan nasib ibu kota yang abadi.

Sementara itu, Abbas mengecam Gerakan Perlawanan Islam (HAMAS) dan Jihad Islam karena memboikot pertemuan Dewan Sentral PLO tersebut. Kedua kelompok gerilyawan Palestina itu menyatakan mereka memutuskan untuk tidak bergabung dalam pertemuan tersebut sebab itu tidak diselenggarakan di salah satu negara Arab.

"Sangat mengganggu saya bahwa saudara kita mengatakan pada saat terakhir bahwa mereka takkan hadir sebab tempat pertemuan tidak layak. Di mana kah tempat di mata mereka untuk membuat keputusan yang menentukan secara bebas," Abbas mempertanyakan.

sumber : Antara/Xinhua
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement