Kamis 18 Jan 2018 14:29 WIB

PBB akan Kembali Gelar Perundingan Suriah

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Utusan khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Suriah Staffan de Mistura.
Foto: Martial Trezzini/Keystone via AP
Utusan khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Suriah Staffan de Mistura.

REPUBLIKA.CO.ID,   NEW YORK -- Utusan khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura, pada Rabu (17/1), mengatakan, PBB akan kembali menggelar perundingan damai Suriah pada 25-26 Januari mendatang di Wina, Austria. Perundingan damai putaran kesembilan itu diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan antara pihak pemerintah dan oposisi Suriah.

"Pertemuan pada 25-26 Januari mendatang akanberfokus pada isu-isu konstitusional di Suriah," kata de Mistura dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Asharq Al-Awsat.

Ia berharap delegasi dari pihak pemerintah maupun oposisi di Suriah telah menyiapkan perjanjian substantif terkait isu konstitusional. De Mistura pun mengharapkan perundingan damai putaran kesembilan ini menghasilkan kesepakatan antara kedua belah pihak guna memajukan prosespenyelesaian krisis Suriah.

Pada Desember 2017, perundingan damai Suriah putaran kedelapan yang digelar di Jenewa, Swiss, kembali berakhir tanpa menghasilkan kesepakatan apapun antarpihak pemerintah dan oposisi.

De Mistura menerangkan, kegagalan perundingan tersebut karena delegasi pemerintah Bashar al-Assad mengajukan prasyarat untuk melakukan pembicaraan langsung dengan oposisi.

Menurut kepala delegasi rezim pemerintah Suriah, Bashar al-Jaafari, mereka tidak akan melakukan pembicaraan langsung dengan oposisi sebelum mereka menarik diri dari deklarasi Riyadh 2.

Pada November 2017, delegasi oposisi menggelar pertemuan di Riyadh, Arab Saudi. Usai pertemuan tersebut mereka menyatakan menolak pemimpin rezim Suriah Bashar al-Assad terlibat atau berpartisipasi dalam proses transisi politik apapun di negara tersebut.

Baca juga, AS Kecam Bom Rusia dan Suriah yang Tewaskan Oposisi.

Pihak oposisi pun tak sudi menerima prasyarat yang diajukan oleh pemerintah Suriah.Rezim ini menyabotase proses politik.  "Proses Jenewa memang sangat berbahaya," kata kepala delegasi oposisi Suriah Nasr al-Hariri.

De Mistura menilai prasyarat yang memaksa oposisi untuk menarik diri darideklarasi Riyadh 2 bukanlah pendekatan logis dan memungkinkan oleh pihak pemerintah. Memperhatikan prasyarat yang diajukan, de Mistura menduga Pemerintah Suriah memang tak sungguh-sungguh ingin menemukan solusi melalui negosiasi dengan oposisi.

"Saya tidak melihat bahwa pemerintah benar-benar mencari cara untuk berdialog dalamsebuah perundingan selama putaran ini. Saya melihat pihak oposisi berupaya melakukan hal sama," ujar De Mistura.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement