Sabtu 10 Feb 2018 01:23 WIB

Mesir Luncurkan Operasi Keamanan Terhadap Teroris

Operasi tersebut juga mencakup bagian lain dari Mesir seperti Delta dan gurun barat.

Militer Mesir berpatroli di kawasan Sinai utara.
Foto: AP Photo
Militer Mesir berpatroli di kawasan Sinai utara.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mesir pada Jumat (9/2) meluncurkan operasi keamanan utama yang melibatkan tentara dan polisi. Operasi keamanan ini ditujukan untuk melawan elemen dan organisasi teroris dan kriminal di seluruh negeri.

"Pasukan penegak hukum memulai pagi ini dengan menerapkan konfrontasi komprehensif melawan elemen dan organisasi teroris dan kriminal di Sinai bagian utara dan tengah," kata seorang juru bicara militer dalam sebuah pernyataan di televisi seperti dilansir Reuters.

Juru bicara tersebut mengatakan operasi tersebut juga mencakup bagian lain dari Mesir seperti Delta dan gurun barat. Mesir sebelumnya, memberlakukan jam malam di beberapa bagian Sinai Utara sejak Sabtu setelah negara tersebut memperpanjang keadaan darurat.

Jam malam itu mencakup daerah di kota perbatasan Rafah dekat Gaza sejak pukul 19.00 hingga pukul 06.00 dan di sekitar kota El-Arish pada pukul 01.00-05.00. Mesir memperpanjang keadaan darurat selama tiga bulan pada awal tahun untuk membantu mengatasi "bahaya dan pendanaan terorisme".

Pasukan keamanan Mesir bertahun-tahun memerangi pemberontakan IS di Sinai Utara, yang telah membunuh ratusan tentara dan polisi serta warga. Presiden Abdel Fattah al-Sisi memberi angkatan bersenjata tersebut tiga bulan untuk mengakhiri pemberontakan setelah militan menewaskan lebih dari 300 orang di sebuah masjid di Sinai Utara pada November.

Pada Desember, Mesir menghukum gantung 15 orang akibat serangan menewaskan pasukan keamanan di Semenanjung Sinai, yang diperkirakan sebagai hukuman mati terbesar dalam sehari sejak Presiden Abdel Fattah al-Sisi menjabat pada 2014. Hukum gantung tersebut terjadi di dua penjara di wilayah utara negara tersebut.

Pengadilan militer mengeluarkan hukuman tersebut dan pejabat kementerian dalam negeri melakukan hukuman mati secara bersamaan di penjara Borj al-Arab dan Wadi al-Natroun. Sebelumnya, Mesir akan memperpanjang masa darurat militer di seantero negeri selama tiga bulan, mulai 13 Januari, untuk membantu upaya menangani "bahaya dan pendanaan terorisme", lapor kantor berita negara MENA.

Mesir pertama kali menerapkan status itu pada April tahun lalu setelah dua pengebomban di gereja yang menewaskan setidaknya 45 orang. Status darurat militer saat itu diperpanjang pada Juli dan kemudian pada Oktober.

Presiden Abdel Fattah al-Sisi, yang diperkirakan banyak pihak akan berupaya terpilih kembali untuk masa jabatan kedua pada pemilihan awal tahun ini, mengeluarkan keputusan perpanjangan status darurat militer pada Selasa.

Dengan perpanjangan itu, pasukan keamanan akan "mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menangani bahaya dan pendanaan terorisme serta menjaga keamanan di semua wilayah negeri," kata MENA, yang mengutip keterangan resmi pemerintah Mesir.

Mesir menghadapi pemberontakan ISIS di wilayah terpencil Sinai Utara. Pemberontakan telah menewaskan ratusan tentara dan polisi dalam beberapa tahun ini dan telah meluas dalam bentuk serangan terhadap kalangan warga sipil.

Kelompok garis keras lainnya yang bergerak di wilayah gurun barat, yang berbatasan dengan Libya, juga telah melancarkan serangan terhadap pasukan keamanan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement