Jumat 16 Feb 2018 20:12 WIB

Tak Ada Tempat Berlindung Bagi Warga Sipil Suriah

PBB tak memiliki akses ke Afrin.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Suasana kota di Suriah yang hancur akibat perang saudara yang melanda negara tersebut.
Foto: EPA/STR
Suasana kota di Suriah yang hancur akibat perang saudara yang melanda negara tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID,   BEIRUT -- Heyim Hassan yang baru berusia satu bulan harus menerima perawatan infeksi dada di rumah sakit umum Afrin di Suriah Utara, setelah sebuah granat meledak di dekatnya. Ayahnya, Serbest, sangat panik dan segera membawanya keluar dari rumah.

Ia menghabiskan waktu berjam-jam untuk mencari nebulizer guna membantu pernapasannya anaknya. Saat itu selain Heyim, ada 30 anak lainnya yang harus dievakuasi ke tempat yang aman.

Untuk ketiga kalinya Serbest harus mencari perlindungan bagi keluarganya sejak Januari lalu. Empat hari setelah bayinya lahir, Turki melancarkan serangan di Suriah, sehingga memaksa mereka untuk meninggalkan rumah dan toko demi mencari tempat yang lebih aman.

Setelah hampir sebulan Turki melancarkan operasi militer di Afrin, ratusan ribu warga Suriah masih tak memiliki tempat berlindung yang aman. Mereka terpaksa tinggal di gua-gua dan ruang bawah tanah karena terjebak di wilayah Kurdi yang menjadi sasaran serangan Turki.

PBB, yang tidak memiliki akses ke Afrin, mengatakan sangat sulit untuk memverifikasi jumlah pengungsi. PBB memperkirakan, pada minggu pertama Februari, sebanyak 15 ribu sampai 30 ribu orang pergi dari wilayah itu.

Pejabat lokal Kurdi Arefeh Bakr mengatakan ia berjuang untuk membantu orang-orang bersembunyi di gua-gua demi menghindari serangan udara Turki. Dia sendiri telah menjadi tuan rumah bagi 25 kerabat yang mengungsi dari desa terdekat.

"Kami tidak menginginkan bantuan. Kami hanya ingin mengakhiri serangan udara," kata Bakr.

Jiwan Mohamed, Direktur Rumah Sakit Umum Afrin, mengatakan dengan bantuan sekitar 250 dokter dan perawat, rumah sakit sejauh ini masih mampu merawat korban. Namun jumlahnya menjadi semakin besar, terlebih setelah adanya kekurangan alat transfer darah dan peralatan darurat lainnya.

Serangan di Afrin akan menjadi kebuntuan yang berkepanjangan dan hanya akan memperdalam situasi kemanusiaan yang sudah mengerikan di Suriah. Menurut Syrian Observatory for Human Rights, hampir 80 warga sipil di Afrin dan 31 tentara Turki telah terbunuh.

Turki meluncurkan operasi militer dengan mengerahkan lebih dari 70 pesawat tempur. Serangan udara diikuti juga oleh serangan darat, yang diperkirakan dibantu oleh 10 ribu militan pemberontak Suriah, yang didukung oleh artileri Turki dan pasukan lainnya.

Pasukan Turki telah mendapat perlawanan keras dari People's Defense Units Kurdi, yang dikenal sebagai YPG. Pejabat Turki mengatakan mereka berusaha mendorong milisi Kurdi menjauh dari perbatasan negaranya.

Milisi Kurdi Suriah merupakan bagian dari Syrian Democratic Forces yang didukung AS, yang melawan militan ISIS di Suriah timur. Namun mereka dipandang sebagai perpanjangan dari kelompok pemberontak Kurdistan Workers Party atau PKK oleh Turki.

Meskipun Afrin telah dikelilingi oleh pasukan Turki, milisi Kurdi tampaknya masih berani memberikan perlawanan sengit. Mereka selama bertahun-tahun telah mempersiapkan wilayah pertahanan seluas 3.885 kilometer persegi di Afrin.

Para militan menargetkan serangan mereka ke tank dan pangkalan militer Turki, dan bahkan telah menjatuhkan satu helikopter Turki. Cuaca dan medan yang sulit telah memperlambat serangan Turki, kabut dan hujan juga menghalangi kemajuan serangan saat mereka harus menghadapi medan pegunungan.

Syrian Observatory, yang memantau perang Suriah, memperkirakan Turki telah menguasai hampir tujuh persen wilayah Afrin, termasuk sebuah bukit strategis di timur dan Bulbul di utara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement