Selasa 20 Feb 2018 17:46 WIB

PBB: Penderitaan Manusia Harus Berakhir di Ghouta Timur

Pengeboman telah menyebabkan lebih dari 100 orang tewas.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Petugas menolong seorang warga terluka setelah serangan udara menghantam Damaskus, Suriah.
Foto: Syrian Civil Defense White Helmets via AP
Petugas menolong seorang warga terluka setelah serangan udara menghantam Damaskus, Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- PBB mengatakan mereka khawatir dengan meningkatnya eskalasi permusuhan di Ghouta Timur, Suriah. PBB menyerukan segera diakhirinya pengeboman di daerah yang dikuasai pemberontak itu, yang telah menyebabkan lebih dari 100 orang tewas sejak Ahad (18/2).

"Eskalasi kekerasan baru-baru ini memicu situasi kemanusiaan yang genting. Penting untuk mengakhiri penderitaan manusia yang tidak masuk akal ini. Penargetan terhadap warga sipil yang tidak berdosa dan infrastruktur harus dihentikan sekarang," kata koordinator kemanusiaan regional PBB untuk krisis Suriah Panos Moumtzis pada Selasa (20/2), dikutip Aljazirah.

Menurut Syrian Observatory for Human Rights, sedikitnya 20 anak-anak termasuk di antara korban yang tewas terbunuh dalam serangan udara yang tak henti-hentinya di Ghouta Timur. Pasukan pemerintah Suriah juga terus melakukan penembakan artileri ke wilayah yang dihuni oleh sekitar 400 ribu penduduk itu.

Ghouta Timur merupakan wilayah pemberontak terakhir yang tersisa di sebelah timur Damaskus, dan telah dikepung oleh pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad sejak 2013. PBB dan organisasi HAM lainnya terus menyerukan gencatan senjata permanen dan meminta pemerintah Suriah mencabut blokade yang melumpuhkan wilayah tersebut.

Pengepungan yang dilakukan pasukan Suriah membuat pasokan bantuan makanan dan peralatan medis sulit diberikan ke penduduk setempat. Akses keseluruhan ke Ghouta Timur sampai saat ini masih tidak bisa dilalui.

Koordinator kemanusiaan PBB di Suriah Ali Al-Za'tari mengatakan pada 14 Februari, pengiriman bantuan hanya mencapai 2,6 persen dari perkiraan 272.500 orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan. "Kurangnya akses menyebabkan kelangkaan pangan yang parah dan kenaikan harga pangan yang tajam," kata Al-Za'tari.

"Tingkat kekurangan gizi kini telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan 11,9 persen anak-anak di bawah usia lima tahun mengalami kekurangan gizi," tambah dia.

Dalam upaya untuk mengurangi pertempuran, tahun lalu Ghouta Timur diklasifikasikan sebagai zona de-eskalasi oleh pemerintah Suriah dan sekutunya, termasuk Rusia, Iran, dan Turki. Namun kekerasan terus berlanjut meski ada kesepakatan gencatan senjata.

Zona de-eskalasi lainnya di Suriah adalah Provinsi Idlib, daerah-daerah di Provinsi Homs utara, dan wilayah yang dikuasai pemberontak di selatan dekat perbatasan dengan Yordania. Meskipun ada kesepakatan itu, hampir 300 orang telah terbunuh di Ghouta Timur dan Idlib sejak awal bulan ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement