Jumat 23 Feb 2018 09:49 WIB

400 Orang Tewas Akibat Serangan Militer di Ghouta Timur

PBB mendesak dilakukannya gencatan senjata.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Jasad warga Sriah yang terbunuh dalam serangan udara dan roket oleh pasukan pemerintah di Ghouta, pinggiran Damaskus, Suriah, Rabu (21/2).
Foto: Ghouta Media Center via AP
Jasad warga Sriah yang terbunuh dalam serangan udara dan roket oleh pasukan pemerintah di Ghouta, pinggiran Damaskus, Suriah, Rabu (21/2).

REPUBLIKA.CO.ID, GHOUTA -- Lembaga Observasi Hak Asasi Manusia Suriah mencatatan sekitar 403 orang tewas dalam serangan udara yang diluncurkan militer Presiden Bashar al Assad di Ghouta Timur. Angka tersebut diprediksi akan terus meningkat menyesul pengepungan yang masih berlangsung di kawasan tersebut.

Seperti diwartakan Aljazirah, Jumat (23/2) serangan yang dimulai pada lima hari lalu itu juga telah menewaskan 150 anak-anak dan melukai 2120 warga lainnya. Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Suriah Staffan de Mistura mendesak untuk dilakukan gencatan senjata dalam pertemuan dewan keamanan.

 

Baca juga, Suriah Kirim Pasukan Besar ke Ghouta Timur.

 

"Situasi kemanusiaan di Ghouta Timur sangat mengkhawatirkan, sebabnya kita memerlukan gencatan senjata agar bombardir yang terjadi di kawasan bisa dihentikan," kata Staffan de Mistura.

Dia menekankan, gencatan senjata perlu dilakukan untuk memberikan akses masuk bagi bantuan kemanusiaan serta proses evakuasi warga yang terluka akibat serangan tersebut. Menurut Mistura peristiwa seperti yang terjadi di Aleppo tidak bisa terulang di Ghouta.

Sementara, warga di Ghouta timur, Suriah mengatakan, menunggu giliran untuk mati di tengah serangan bom. Mereka mengaku tidak memiliki tempat untuk pergi atau bersembunyi.

"Kita menunggu giliran kita untuk mati. Ini adalah satu-satunya yang bisa saya katakan," kata Bilal Abu Salah (22).

Dia mengatakan saat ini hampir semua orang tinggal di tempat penampungan. Dia melanjutkan, sekitar lima atau enam keluarga tinggal dalam satu rumah. "Tidak ada makanan, tidak ada pasar," katanya.

Warga lainnya, Rafat al-Abram terpaksa melarikan diri bersama istri dan dua putrinya untuk menyelamatkan diri. Al-Abram merupakan seorang mekanik telah kehilangan pekerjaan menyusul hancurnya tempat dia bekerja akibat dua serangan udara.

Bersama anak dan istrinya dia melarikan diri sambil membawa beberapa peralatan mekanik. Dia mengaku berusaha memperbaiki mobil disepanjang perjalanan agar dapat digunakan.

"Terkadang saya juga memberbaiki ambulan yang digunakan secara terus menerus untuk membantu warga yang terluka," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement