Ahad 25 Feb 2018 07:47 WIB

DK PBB Setujui Gencatan Senjata di Ghouta Timur Suriah

Sekjen PBB menyebut situasi Ghouta Timur seperti 'neraka dunia'.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Andri Saubani
Bangunan yang hancur akibat pengeboman di Ghouta timur, pinggiran Damaskus, Suriah, Kamis (22/2).
Foto: Ghouta Media Center via AP
Bangunan yang hancur akibat pengeboman di Ghouta timur, pinggiran Damaskus, Suriah, Kamis (22/2).

REPUBLIKA.CO.ID, GHOUTA -- Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menerima suara bulat dan menyetujui sebuah resolusi yang menuntut gencatan senjata 30 hari di Suriah. Dewan yang beranggotakan 15 orang ini mengizinkan pengiriman bantuan dan evakuasi medis dilakukan dalam rentang waktu tersebut.

Keputusan yang diambil ini berkaitan dengan pengeboman hebat di daerah kantong pemberontak pemberontak Ghouta Timur, dekat Damaskus, yang dilakukan oleh pemerintah. Namun, meskipun keputusan oleh Dewan Keamanan PBB telah dikeluarkan, serangan udara tetap berlanjut.

Pemungutan suara di dalam PBB sendiri telah tertunda beberapa kali sejak Kamis (22/2), karena para anggota disebut berjuang untuk mencapai kesepakatan. Sementara itu, Rusia sebagai sekutu Suriah menginginkan perubahan, dan Diplomat Barat menuduh Moskow mengulur-ulur waktu.

Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, menyuarakan agar gencatan senjata segera dilaksanakan. Namun, dirinya merasa pesimis Suriah akan mematuhi aturan tersebut. Utusan Rusia di PBB, Vassily Nebenzia mengatakan bahwa gencatan senjata tidak akan mungkin terjadi tanpa ada kesepakatan antara pihak-pihak yang berperang.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, sebuah kelompok pemantau yang berbasis di Inggris, mengatakan sebuah pesawat tempur telah menyerang Ghouta Timur beberapa menit setelah Dewan Keamanan menyatakan kesepakatan tersebut pada Sabtu malam. Sebelumnya pihak Observatorium menyatakan sebanyak 500 orang telah terbunuh sejak minggu lalu.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan situasi di Ghouta Timur seperti 'Neraka di Bumi'. Resolusi gencatan senjata ini mengatakan gencatan senjata tidak akan berlaku untuk operasi melawan ISIS dan Nusra Front yaitu mantan afiliasi al-Qaeda di Suriah. Namun, Rusia sejatinya menginginkan untuk menambah kategori pengecualian, yaitu kelompok lain yang bekerja sama dengan para pemberontak.

Dalam tulisan terakhir di surat resolusi itu, dilansir dari BBC, dituliskan bahwa operasi perlawanan dapat berlanjut jika melawan individu, kelompok, usaha dan entitas yang terkait dengan kelompok terorisme. Haley kemudian menyalahkan Rusia karena telah mengulur-ulur pembicaraan.

"Dalam waktu tiga hari kita merumuskan resolusi ini, berapa banyak ibu yang kehilangan anaknya karena bom itu?" ujarnya.

Perwakilan Prancis di PBB juga mengatakan tindakan yang diambil Dewan Keamanan PBB sudah sangat terlambat. Pada Jumat lalu, perwakilan itu berkata jika terjadi kegagalan dalam bertindak, maka hal itu dapat berbalik menyerang PBB.

Sementara itu pihak Observatorium menegaskan sedikitnya pada Sabtu sebanyak 29 warga terbunuh termasuk 17 orang di kota utama, Douma. Total korban dalam seminggu ini berjumlah 500 orang.

Observatorium juga mengatakan bom dan meriam dilakukan oleh Suriah dan Rusia, meskipun pihak Rusia menyangkal keterlibatannya. Bom dan merian tersebut diluncurkan ke sebuah wilayah dimana sebanyak 393.000 orang terjebak di dalamnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement