Jumat 02 Mar 2018 15:11 WIB

Waktu Gencatan Senjata di Suriah Diminta Lebih Panjang

Waktu yang lebih panjang dibutuhkan untuk penyaluran bantuan kemanusiaan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Bangunan yang hancur akibat pengeboman di Ghouta timur, pinggiran Damaskus, Suriah, Kamis (22/2).
Foto: Ghouta Media Center via AP
Bangunan yang hancur akibat pengeboman di Ghouta timur, pinggiran Damaskus, Suriah, Kamis (22/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Penasihat kemanusiaan PBB Jan Egeland menilai gencatan senjata lima jam di Ghouta Timur, Suriah, telah gagal membantu warga sipil di sana. Rentang waktu gencatan senjata perlu diperpanjang guna mengoptimalkan penyaluran bantuan kemanusiaan ke daerah yang tengah berkecamuk tersebut.

Egeland mengatakan, pihaknya tidak terlibat langsung dalam pembicaraan yang menyepakati dan mendeklarasikan gencatan selama lima jam di Ghouta Timur. "Dan jika kami terlibat, kami akan mengatakan bahwa itu tidak cukup," katanya dalam sebuah konferensi mingguan di Jenewa, Swiss, pada Kamis (1/3).

Menurutnya, sebuah koridor kemanusiaan dua arah dibutuhkan, dengan beberapa konvoi masuk setiap pekannya ke GhoutaTimur. Sementara seribu kasus medis prioritas harus dievakuasi dari daerah tersebut guna mendapatkan perawatan yang memadai.

"Saya harus mengatakan bahwa saya tidak tahu adaaktor kemanusiaan yang mengira lima jam sudah cukup bagi kita untuk dapat menyalurkan bantuan ke Ghouta Timur, termasuk mengatur evakuasi medis secara teratur," kata Egeland.

Dalam konferensi di Jenewa, Egeland secara tegas menyatakan bahwa dunia internasional telah gagal menyelamatkan warga Ghouta Timur. "Anda gagal membantu kami untuk menolong warga sipil di Suriah. Ghouta Timur tidak menghormati hukum internasional," ujarnya.

Sebelumnya Komite Internasional Palang Merah (ICRC) juga telah mengeluhkan dan mengkritik gencatan senjata lima jam di Ghouta Timur. Menurut ICRC jeda yang singkat akan menyulitkan proses penyaluran bantuan kemanusiaan. "Tidak mungkin membawa konvoi kemanusiaan dalam lima jam. Kami memiliki pengalaman panjang dalam membawa bantuan ke garis depan Suriah," kata Direktur ICRC untuk Timur Tengah Robert Mardini

Utusan Khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura mengatakan, PBB tidak akan menyerah untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata selama sebulan penuh. Hal ini telah diamanatkan Dewan Keamanan PBB pekan lalu. "Kami bertekad, karena jika tidak Ghouta akan menjadi seperti Aleppo," kata Mistura.

Ketua Perhimpunan Organisasi Perawatan Kesehatan dan Bantuan (UOSSM) yang bekerja di Suriah, Ghanem Tayara, mengatakan, saat ini terdapat sekitar 1.123 pasien yang perlu dievakuasi dari Ghouta Timur. Sebab dua rumah sakit di daerah itu telah hancur terhantam bom.

Hal ini berarti orang-orang ini akan mati dalam beberapa hari ke depan jika kita tidak membawanya keluar. "Mereka membutuhkan unit perawatan intensif dan kami tidak memilikinya," kata Tayara mengungkapkan.

Sejak pekan lalu, Ghouta Timur telah menjadi bulan-bulanan serangan udara pemerintah Suriah dan Rusia. Serangan dilakukan dengan maksud mencekik dan mematikan perlawanan kelompok pemberontak yang menguasai daerah tersebut.

Namun dalam serangan udara bertubi-tubi itu, banyak warga sipil yang turut menjadi korban. Lebih dari 500 orang telah dilaporkan tewas sejak serangan dimulai pekan lalu.

Presiden Rusia Vladimir Putin telah memerintahkan dilakukannya gencatan senjata di Ghouta Timur guna memberi ruang bagi penyaluran bantuan kemanusiaan, termasuk membiarkan warga sipil meninggalkan daerah tersebut. Namun gencatan senjata ini hanya berlangsung selama lima jam, dimulai sejak pukul 09.00 pagi. Waktu ini dinilai sangat minim bagi kelompok atau organisasi kemanusiaan yang hendak mengirim bantuan ke sana.

Konflik sipil Suriah telah berlangsung selama tujuh tahun. Konflik ini telah menyebabkan lebih dari 400 ribu penduduknya tewas dan sekitar 11 juta lainnya mengungsi.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement