Jumat 09 Mar 2018 05:50 WIB

Indonesia Tolak Kekerasan di Ghouta Timur

Menlu Retno akan berkunjung ke Moskow pada 13 Maret nanti.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Kelompok gerilyawan Suriah Failaq al-Rahman saat baku tembak dengan pasukan pemerintah di Damaskus, Suriah. Kebanyakan gerilyawan di Ghouta berasal dari kelompok tersebut.
Foto: Failaq al-Rahman, via AP
Kelompok gerilyawan Suriah Failaq al-Rahman saat baku tembak dengan pasukan pemerintah di Damaskus, Suriah. Kebanyakan gerilyawan di Ghouta berasal dari kelompok tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia menegaskan penetangan terhadap segala bentuk kekerasan di Suriah, khususnya Ghouta Timur. Indonesia juga meminta agar akses bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut tetap diberikan.

"Karena ini juga sudah menjadi resolusi Dewan Keamanan PBB yang meminta pihak-pihak terkair untuk menghentikan semua kekerasan dan membuka akses kemanusiaan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Indonesia Arrmanatha Nasir di Jakarta, Kamis (8/3).

Arrmanatha Nasir alias Tata mengatakan, sikap Indonesia terkait konflik yang terjadi di kawasan sesuai dan patuh pada resolusi DK PBB yakni agar membuka akses dan menghentikan kekerasan  di sana. Sikap tersebut rencananya akan dikemukakan saat kunjungan ke Rusia pertengahan Maret ini.

Sementara, kunjungan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi ke Moskow direncanakan pada 13 Maret nanti. Menlu Retno dijadwalkan akan bertemu dengan Menter Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov. Pertemuan keduanya akan membahas kerja sama bidang ekonomi kedua negara dan rencana kunjungan Presiden Vladimir Putin ke Indonesia.

Tata mengungkapkan, nilai perdagangan bilateral Indonesia-Rusia pada 2017 mencapai lebih dari 2,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Angka tersebut meningkat sekitar 20 persen dari tahun sebelumnya. Produk perkebunan seperti teh, kopi dan kelapa sawit menjadi komoditas ekspor unggulan Indonesia ke Rusia.

Tata mengatakan, Rusia juga memiliki nilai investasi yang besar di Indonesia yakni, sekitar 4,7 juta dolar AS pada periode Januari hingga September 2017. Angka itu juga mengalami peningkatan 10 persen dari tahun sebelumnya.

Dalam kunjungan itu, Menlu Retno juga akan mendorong fleksibilitas pemberian visa kepada Warga Negara Indonesia (WNI) yang ingin ke Rusia. Ini menyusul ada sekitar 12.000 WNI yang berkunjung ke negara tersebut sepanajang 2017 kemarin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement