Kamis 22 Mar 2018 21:07 WIB

Evakuasi Milisi Oposisi di Ghouta Timur Dimulai

Rusia selaku mediator menjamin keselamatan mereka yang setuju untuk dievakuasi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Budi Raharjo
Bangunan yang hancur akibat pengeboman di Ghouta timur, pinggiran Damaskus, Suriah, Kamis (22/2).
Foto: Ghouta Media Center via AP
Bangunan yang hancur akibat pengeboman di Ghouta timur, pinggiran Damaskus, Suriah, Kamis (22/2).

REPUBLIKA.CO.ID,DAMASKUS -- Ribuan anggota milisi oposisi Suriah dan keluarganya yang berada di Ghouta Timur akan dievakuasi. Proses evakuasi dimulai pada Kamis (22/3).

Kesepakatan proses evakuasi tercapai setelah delegasi pemerintah Suriah bertemu dengan perwakilan warga dan milisi di Harasta, sebuah kota di Ghouta Timur yang dikuasai kelompok oposisi, pada Rabu (21/3). Pertemuan ini dimediasi oleh Rusia.

Dalam pertemuan tersebut, Rusia selaku mediator menjamin keselamatan mereka yang setuju untuk dievakuasi. Sebagai gantinya para milisi harus meletakkan senjata dan mengakhiri perlawanan terhadap pemerintah Suriah.

Hal ini pun disepakati perwakilan milisi yang menghadiri pertemuan tersebut. "Evakuasi untuk keluarga yang ingin pergi akan dimulai besok (Kamis) pukul 7 pagi. Orang-orang bersenjata dan warga sipil yang memilih pergi akan mendapat jaminan Rusia," ujar juru bicara kelompok Anhar al-Sham Munther Fares, dikutip laman Aljazirah. Anhar al-Sham adalah salah satu kelompok milisi yang menguasai Harasta.

Stasiun televisi yang dikelola pemerintah Suriah, Addounia TV, melaporkan terdapat sekitar 1.500 milisi bersenjata dan 6.000 anggota keluarga yang akan dievakuasi dari Harasta. Mereka termasuk yang membutuhkan pertolongan medis. Seluruhnya akan diungsikan ke Idlib.

Sedangkan warga yang memilih tetap tinggal di Harasta, menurut Fares, akan tetap mendapat perlindungan dari pemerintah Suriah dan Rusia. "Mereka diberikan jaminan oleh pemerintah dan Rusia bahwa tidak ada bahaya yang akan menimpa mereka dan bahwa kota itu tidak akan mengalami perpindahan atau perubahan demografi," ucapnya.

Kesepakatan evakuasi ini menandai pertama kalinya pejuang oposisi Suriah mampu meninggalkan Ghouta Timur yang dikuasai mereka. Selama sebulan terakhir, Ghouta Timur telah dibombardir serangan udara oleh pasukan Suriah dan Rusia.

Tayyim al-Siyoufi, seorang aktivis yang berbasis di Harasta mengatakan, meskipun kesepakatan telah tercapai, masih harus dilihat apakah itu akan ditegakkan pada waktunya untuk evakuasi terjadwal. "Apa pun bisa terjadi. Kita berada dalam posisi yang lebih buruk daripada kota-kota lain di Ghouta. Kita akan melihat kesepakatan itu berhasil atau tidak," ucapnya.

Menurutnya, keraguan terkait kesepakatan ini muncul karena masih cukup intensnya serangan ke Ghouta, khususnya ke Harasta. "Setiap hari ada 20 pesawat tempur yang terbang di atas kami dan melepaskan sekitar 200 bom," ungkap al-Siyoufi.

Kendati demikian, Kementerian Pertahanan Rusia telah menyatakan akan menjamin keselamatan mereka yang ingin dievakuasi. Rusia mengatakan mereka telah membuka koridor kemanusiaan baru di dekat Harasta.

Selain Harasta, masih ada dua kantong perlawanan lain yang masih dikuasai kelompok oposisi di Ghouta Timur. Kantong perlawanan tersebut berada di Douma dan daerah di selatan Ghouta Timur, mencakup kota Jobar, Ein Terma, dan Arbin.

Keberadaan kelompok oposisi ini kian terdesak seiring gencarnya serangan yang dilancarkan pasukan Suriah dan Rusia. Pasukan koalisi ini dilaporkan telah menguasai 80 persen wilayah Ghouta Timur.

Serangan ke Ghouta Timur telah dimulai sejak bulan lalu. Serangan tentara Suriah, didukung oleh jet tempur Rusia, telah menewaskan sekitar 1.500 orang, termasuk warga sipil. Tingginya jumlah korban karena serangan udara menghantam daerah permukiman di mana ribuan orang berlindung di ruang bawah tanah.

Dunia internasional sempat mengecam Suriah dan Rusia terkait serangan bertubi-tubi ke Ghouta Timur. Dewan Keamanan PBB bahkan menerbitkan resolusi untuk menerapkan gencata di daerah tersebut. Penerapan gencata senjata ini perlu dilakukan untuk mengevakuasi dan memasok bantuan kemanusiaan ke Ghouta Timur.

Presiden Suriah Bashar al-Assad mengatakan dirinya menghormati penerapan gencatan senjata di Ghouta. Kendati demikian, ia menegaskan serangan ke daerah tersebut akan tetap berlanjut.

Assad telah bertekad mengakhiri apa yang disebutnya sebagai ancaman teroris di dekat ibu kota Suriah Damaskus. Sebab Damaskus merupakan pusat kekuasaannya.

Konflik sipil di Suriah telah berlangsung selama tujuh tahun. Konflik ini telah menewaskan lebih dari 500 ribu orang. Sedangkan lebih dari 10 penduduk lainnya memutuskan mengungsi ke berbagai negara di dunia, termasuk Eropa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement