Jumat 23 Mar 2018 18:08 WIB

Saudi Pertama Kali Buka Wilayah Penerbangan Tujuan Israel

Selama ini Riyadh tidak secara resmi mengakui Israel.

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Agus Yulianto
Air India (ilustrasi)
Foto: www.linkedin.com
Air India (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi telah membuka wilayah udaranya untuk penerbangan pesawat penumpang menuju Israel. Ini adalah pertama kalinya setelah 70 tahun larangan pada jet komersial terbang di atas Kerajaan Arab untuk mencapai negara Yahudi tersebut.

Selama ini Riyadh tidak secara resmi mengakui Israel. Namun, pendaratan pesawat maskapai Air India di Tel Aviv pada Kamis (22/3) malam waktu setempat itu menandakan mencairnya hubungan antara kedua negara tersebut. Kini keduanya memiliki musuh bersama yaitu Iran.

"Ini adalah malam bersejarah. Langit Israel terhubung dengan langit Arab Saudi dalam satu penerbangan langsung," kata menteri transportasi Israel, Yisrael Katz, ketika pesawat mendarat di bandara Ben Gurion, dikutip the Guardian.

 

"Kami merayakan hubungan yang menguat dengan India dan hubungan sipil pertama dengan Arab Saudi dan negara-negara Teluk."

Tidak ada konfirmasi bahwa maskapai lain juga akan diberikan akses udara. Termasuk kepada maskapai andalan Israel, Al El, yang biasanya pesawatnya harus terbang di bawah Teluk dan naik ke Laut Merah.

Riyadh belum secara resmi mengakui pemberian hak terbang di atas wilayah udaranya. Tetapi pelacak pesawat menunjukkan pesawat telah melintasi wilayahnya.

Menurut aplikasi pemantauan Flightradar24, Air India 139 lepas landas dari Delhi. Pesawat Boeing Dreamliner tersebut terbang di atas kerajaan selama tiga jam, lewat di sebelah barat ibu kota Saudi, Riyadh.

Selain itu, pelacakan menunjukkan, pesawat sebelumnya terbang di atas Oman, yang juga tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Israel. Kemudian dalam perjalanan kepresidenan pertamanya ke negara asing, Presiden Amerika Serikat Donald Trump terbang dari Riyadh ke Tel Aviv menggunakan Air Force One.

Menantu laki-laki Trump, Jared Kushner, memiliki hubungan dengan putra mahkota Saudi, Mohammed bin Salman. Mereka telah mendiskusikan rencana perdamaian yang memungkinkan untuk Israel dan Palestina. Namun, setelah Gedung Putih mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, kepemimpinan Palestina menolak AS sebagai mediator dan juga tidak mempercayai Arab Saudi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement