Jumat 27 Apr 2018 01:05 WIB

Maroko Berjuang Kurangi Pernikahan Anak

Sekitar 16 persen perempuan menikah di Maroko masih berusia di bawah 18 tahun.

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nur Aini
Ilustrasi Pernikahan Dini
Foto: Republika/ Wihdan
Ilustrasi Pernikahan Dini

REPUBLIKA.CO.ID, RABAT -- Maroko tengah berjuang menekan jumlah perempuan yang menikah di bawah umur.

Salah satu perempuan yang pernah menikah di usia belia, Meriem mengaku ia baru berumur 16 tahun saat diminta menikah dengan seorang pria yang berumur 20 tahun lebih tua. Keluarga Meriem meyakinkan menikah di usia muda adalah yang terbaik sehingga Meriem menurut.

Meriem menikah pada Desember 2016. Tiga bulan kemudian, pria yang ia nikah meninggalkan Meriem dalam keadaan hamil muda.

Meriem semula juga menduga berbagai hal serba indah dalam pernikahannya. Apalagi, ibu dari Meriem, Fatima, percaya menikahkan Meriem di usia muda akan membuat keadaan putrinya lebih baik. Fatima menikah saat usianya 14 tahun. Padahal, tak semua berjalan seperti dugaan.

Keluarga Meriem percaya janji keluarga pengantin pria untuk menjaga Meriem hingga usianya 18 tahun. Bahkan, Meriem dan pasangannya menandatangani perjanjian tertulis.

Alasan Meriem dicampakkan adalah karena ia tak mau tinggal bersama keluarga si pria. Sebab di sana, Meriem diperlakukan seperti pelayan. Setelah itu, Meriem tak bisa menghubungi lagi suaminya.

Berbeda dengan Meriem, Khadija (17 tahun) dari desa Sefrou mengambil keputusannya sendiri. Ia menceraikan suaminya yang kasar. Khadija menikah di bawah umur legal yang ditetapkan.

Di tengah kondisi sosial yang kurang mendukung, Khadija akhirnya tetap kembali ke bangku sekolah. Di sana, ia mendapat penghormatan para guru dan sesama siswa.

''Semula, ini memang sulit. Saya cemas tak punya masa depan dan sempat berpikir saya akan berakhir dengan dinikahi lelaki lain hanya untuk melupakan kenangan buruk yang telah saya lalui,'' kata Khadija.

Sekitar 16 persen perempuan yang menikah di Maroko berusia di bawah ketetapan legal yakni 18 tahun. Persentase itu bahkan lebih tinggi dari Aljazair dan Tunisia yang juga mensyaratkan batas usia yang sama bagi seorang wanita untuk dapat menikah, demikian dilansir Reuters pada Kamis (26/4).

Maroko tengah berusaha menekan jumlah perkawinan usia terlalu muda. Pemerintah Maroko menetapkan batas usia legal menikah adalah 18 tahun dari batas 16 tahun pada 2004 lalu. Pemerintah Maroko mengklaim, batasan umur itu berhasil menekan angka perkawinan wanita di bawah umur hingga separuhnya. Hal yang kemudian dibantah para aktivis.

Kisah Meriem tersebut hanya satu dari sekian banyak gadis lain yang mengalami hal serupa. Karena itu, Pemerintah Maroko berusaha menekan jumlah perkawinan terlalu muda, terutama di daerah perdesaan. Sebab biasanya di desa, para orang tua yakin anak-anak yang segera menikah akan terbebas dari kemiskinan sekaligus menjaga tradisi.

Para aktivitas HAM meminta penghapusan aturan yang mengizinkan hakim menerbitkan sertifikat pernikahan bila pengantin wanita berusia 16 tahun, selama mampu menjalankan tugas pengasuhan atas anak-anaknya kelak. Untuk kasus Meriem, hakim menolak menerbitkan sertifikat pernikahan karena usia si pria 20 tahun lebih tua dari Meriem. Setelah keluarga si pria pun angkat tangan, tak ayal Meriem putus harapan.

Pengacara HAM Aicha Alehyane mengatakan, Maroko butuh reformasi komprehensif untuk persoalan tersebut. ''Sangat mendesak untuk memastikan regulasi yang ada ditaati dan menjamin kesetaraan hak anggota keluarga baik sedarah maupun akibat ikatan pernikahan,'' kata Alehyane.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement