Jumat 27 Apr 2018 11:10 WIB

Kemah Pengungsi Palestina Berubah Jadi Camp Kematian

Lebih dari 5.000 warga sipil telah meninggalkan kemah pengungsi Yarmouk di Damaskus

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Nidia Zuraya
Para pengungsi di Kamp Yarmouk di Damaskus, Suriah.
Foto: aljazeera
Para pengungsi di Kamp Yarmouk di Damaskus, Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Kemah pengungsi Palestina terbesar di Suriah telah menjadi kemah kematian. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memperingatkan ketika pasukan Assad menekan maju dengan serangan besar terhadap pejuang ISIS.

Kemah Yarmouk di Damaskus selatan telah menyaksikan pertempuran intensif selama sepekan saat pasukan Suriah dan milisi sekutu berusaha menghancurkan salah satu wilayah kantong pemberontak terakhir di ibu kota Suriah.

Menurut laporan Telegraph, Jumat (27/4), lebih dari 5.000 warga sipil telah meninggalkan wilayah itu karena menghadapi penembakan dan pengeboman udara yang intens. Banyak warga sipil, baik pengungsi Palestina maupun penduduk Suriah, sekarang tidur di jalanan setelah dipindahkan dari rumah mereka.

"Yarmouk adalah sebuah kemah pengungsi yang telah berubah menjadi kemah kematian, dan bahkan di negara itu baru saja mengalami sepekan pertempuran yang sangat intens," kata juru bicara Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA) Christopher Gunness, agen untuk pengungsi Palestina.

"Hal-hal telah menjadi brutal yang tak terbayangkan untuk warga sipil di sana," ujarnya menambahkan.

Ribuan rumah telah hancur dalam pertempuran selama sepekan terakhir. Menurut UNRWA bahkan tidak ada air yang mengalir di daerah itu. Rumah sakit yang berfungsi terakhir di daerah itu juga telah dinonaktifkan karena pengeboman itu.

Sebelum pecahnya perang saudara di Suriah pada tahun 2011, Yarmouk menjadi rumah bagi sekitar 160 ribu pengungsi Palestina. Mereka yang telah mengungsi dari rumah mereka selama perang 1948.

Kini rumah mereka menjadi wilayah Israel dan keturunan mereka. Lebih dari 100 ribu warga Suriah juga tinggal di daerah itu.

Pertempuran di kemah pecah pada 2013 karena beberapa faksi Palestina memihak rezim Suriah dan yang lain memihak pemberontak. Militer Suriah mengepung kemah dan daerah sekitarnya.

Pejuang dari ISIS memasuki wilayah tersebut pada tahun 2015 dan dengan cepat mengalahkan faksi pemberontak lainnya. Mereka menundukkan penduduk yang tersisa ke aturan brutal yang serupa dengan yang di Raqqa dan daerah lain yang dikendalikan oleh kelompok militan.

Kemah itu berada di lokasi yang strategis di dekat salah satu jalan utama di selatan ke Damaskus. Pasukan pemberontak sering menggunakannya untuk merampok area pemerintah di pusat kota.

Pasukan rezim sudah lama ingin membasmi kekuatan oposisi di Yarmouk. Setelah kemenangan mereka dalam mengambilalih Ghouta timur yang dikuasai pemberontak bulan lalu, pasukan rezim telah beralih fokus ke Yarmouk dan lingkungan sekitarnya.

Menurut perkiraan PBB, populasi pengungsi Palestina di Yarmouk telah menyusut dari sekitar 160 ribu pada tahun 2011 menjadi hanya 6.000 bulan lalu. Sekarang mungkin kurang dari 1.000 orang yang melarikan diri dari pertempuran pekan lalu.

Puluhan pengungsi Palestina dan warga sipil Suriah setempat telah tewas dalam pertempuran baru-baru ini. UNRWA menyerukan agar warga sipil diizinkan melewati jalan yang aman dari daerah itu dan agar kelompok-kelompok kemanusiaan diberi akses.

UNRWA mengatakan membutuhkan 235 juta dolar AS tahun ini untuk memberikan layanan bagi para pengungsi Palestina yang masih di Suriah dan mereka yang telah melarikan diri. Sejauh ini lembaga tersebut telah berhasil mengumpulkan dana sebesar 70 juta dolar AS, dan masih kekurangan dana sebesar 165 juta dolar AS.

Ada sekitar 560 ribu pengungsi Palestina di Suriah sebelum pecahnya perang pada tahun 2011. Menurut data statistik UNRWA, sekitar 120 ribu orang telah melarikan diri ke luar negeri, termasuk 32.500 ke Lebanon dan 17 ribu ke Yordania.

Badan ini telah menderita kekurangan dana yang parah setelah pemerintahan Donald Trump memotong sekitar 300 juta dolar AS awal tahun ini. AS telah lama menjadi penyumbang terbesar lembaga tersebut. Sekarang mereka sedang berusaha untuk menutup kekurangan melalui donor alternatif, terutama negara-negara Teluk Arab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement