Rabu 16 May 2018 17:32 WIB

Iran Sebut AS Ingin Gagalkan Kesepakatan Nuklir

Iran mengancam akan meningkatkan program nuklir jika kesepakatan JCPOA gagal.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Proyek reaktor nuklir Arak di Iran.
Foto: Reuters/ISNA/Hamid Forootan/Files
Proyek reaktor nuklir Arak di Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemerintah Iran mengatakan sanksi ekonomi terbaru yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) terhadapnya merupakan sebuah upaya untuk menggagalkan usaha mempertahankan kesepakatan nuklir yang dikenal dengan istilah Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

"Dengan langkah-langkah merusak seperti itu, Pemerintah AS sedang mencoba untuk memengaruhi kehendak dan keputusan dari penandatanganan JCPOA yang tersisa," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Bahrem Qasemi pada Rabu (16/5).

Pemerintah Iran telah menggambarkan sanksi yang dijatuhkan AS terhadapnya adalah sebuah tindakan ilegal. Teheran pun tak segan memperingatkan bahwa jika upaya mempertahankan kesepakatan nuklirnya gagal, mereka akan meningkatkan program nuklirnya ke level yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

Kendati demikian, Uni Eropa, Jerman, Prancis, dan Inggris masih mempertahankan tekadnya untuk mempertahan kesepakatan nuklir Iran. Menteri luar negeri ketiga negara telah bertemu kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini di Brussels, Belgia, pada Selasa (15/5), untuk membahas hal tersebut. Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif juga hadir dan bertemu Mogherini.

Dalam pertemuan terpisah itu Mogherini menegaskan kembali keinginan Uni Eropa untuk mempertahankan eksistensi kesepakatan nuklir Iran."Kami menegaskan kembali bersama tekad kami untuk terus menerapkan kesepakatan nuklir di semua bagiannya, dengan iktikad baik, dan dalam suasana konstruktif," ujarnya.

Mogherini mengatakan Uni Eropa, termasuk Prancis, Inggris, dan Jerman serta Iran sepakat untuk terus berkonsultasi secara intensif di semua tingkatan. Hal itu dilakukan guna mencari solusi agar kesepakatan nuklir Iran dapat tetap dipertahankan walaupun tanpa keterlibatan AS saat ini.

"Kami akan mengadakan pertemuan Komisi Bersama di Wina pekan depan di tingkat wakil menteri luar negeri atau direktur politik, yang merupakan tingkat biasa di mana Komisi Gabungan bertemu. Dan jelas dalam beberapa hari mendatang kami akan terus bekerja di sepanjang garis-garis ini," kata Mogherini menerangkan.

Kesepakatan nuklir Iran ditandatangani Iran bersama Prancis, Inggris, AS, Jerman, Cina, Rusia, dan Uni Eropa pada Oktober 2015. Kesepakatan tersebut mulai berlaku atau dilaksanakan pada 2016.

Kesepakatan itu tercapai melalui negosiasi yang cukup panjang dan alot. Tujuan utama dari kesepakatan tersebut adalah memastikan bahwa penggunaan nuklir oleh Iran hanya terbatas untuk kepentingan sipil, bukan militer. Sebagai imbalannya, sanksi ekonomi dan embargo yang dijatuhkan terhadap Teheran akan dicabut.

Namun, Presiden AS Donald Trump telah berkali-kali menyatakan ketidakpuasannya terhadap kesepakatan nuklir. Hal itu karena dalam kesepakatan tersebut tak dibahas perihal program rudal balistik Iran, kegiatan nuklirnya selepas 2025, dan perannya dalam konflik Yaman serta Suriah.

Dengan ditariknya AS dari kesepakatan tersebut, Trump memutuskan untuk menjatuhkan sanksi ekonomi baru terhadap Iran. AS juga akan memberi sanksi kepada negara atau perusahaan yang menjalin kerja sama ekonomi atau bisnis dengan Teheran.

Baca: AS Jatuhi Sanksi Gubernur Bank Sentral Iran

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement