Sabtu 14 May 2022 08:53 WIB

Israel Tembak Jurnalis Aljazirah, BSMI Kutuk Kekerasan Terhadap Jurnalis

Pelaku penembakan wajib diadili dan bertanggung jawab secara penuh.

Perhimpunan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) memberikan pernyataan sikap, pada Jumat (13/5),  terkait penembakan jurnalis senior Al Jazirah  Shireen Abu Aqla oleh  militer Israel  di sebuah kamp pengungsi di kota Jenin, Tepi Barat Palestina, Rabu (11/5).
Foto: Dok BSMI
Perhimpunan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) memberikan pernyataan sikap, pada Jumat (13/5), terkait penembakan jurnalis senior Al Jazirah Shireen Abu Aqla oleh militer Israel di sebuah kamp pengungsi di kota Jenin, Tepi Barat Palestina, Rabu (11/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Jurnalis senior Aljazirah  Shireen Abu Aqla wafat ditembak militer Israel saat bertugas meliput penyerbuan aparat keamanan Israel di sebuah kamp pengungsi di kota Jenin, Tepi Barat Palestina, Rabu (11/5). 

“Peristiwa penembakan jurnalis internasional saat bertugas di lapangan adalah sebuah tragedi kemanusiaan, tragedi bagi dunia jurnalistik sekaligus tragedi bagi tatanan hukum humaniter internasional,” kata Ketua Umum DPN BSMI (Bulan Sabit Merah Indonesia) M Djazuli Ambari dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat  (13/5).

Djazuli menambahkan, Perhimpunan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) menyikapi peristiwa penembakan jurnalis internasional yang tengah bertugas di tengah konflik sebagai berikut:

Pertama, mengutuk keras setiap tindakan kekerasan terhadap jurnalis baik dalam kondisi damai maupun dalam kondisi konflik. “Terlebih jika tindakan yang dilakukan menghilangkan nyawa jurnalis saat bertugas adalah sebuah kejahatan serius yang pelakunya wajib diadili dan bertanggung jawab secara penuh,” ujarnya.

Kedua, BSMI menyampaikan duka cita yang mendalam dari seluruh relawan BSMI di seluruh Indonesia maupun di Palestina terhadap wafatnya Shireen Abu Aqla. “Wafatnya Shireen Abu Aqla menegaskan bahwa penjajahan atas Palestina bukan hanya persoalan agama tapi juga kemanusiaan sebab militer Israel menyasar jurnalis yang bertugas dan lengkap mengenakan rompi bertanda Press tanpa memandang agama dan asal dari jurnalis,” tgeasnya.

Ketiga, pada situasi konflik berlaku hukum humaniter atau hukum perikemanusiaan pada saat perang dan setiap pelanggaran terhadap hukum humaniter adalah kejahatan serius yang harus dipertanggungjawabkan di Mahkamah Pidana Internasional atau forum internasional lain sesuai hukum pidana internasional.

Keempat,  hukum humaniter secara tegas dan jelas melindungi kerja jurnalis internasional yang terdaftar secara resmi. Perlindungan ini termaktub dalam Konvensi IV Den Haag 1907 tentang Penghormatan Hukum-hukum Perang serta Kebiasaan Perang di Darat (Respecting the Laws and Customs of War on Land) dan Konvensi Jenewa III 1949 serta Protokol Tambahan I 1977.

Kelima, dalam Protokol Tambahan I perlindungan wartawan diatur secara tegas dalam sub bagian III Pasal 79 ayat (1), (2), (3). Pada ayat (1) menyebutkan bahwa status wartawan dalam konflik bersenjata harus dianggap sebagai warga sipil, sedangkan dalam ayat (2) menjelaskan bahwa wartawan akan dilindungi di bawah konvensi Jenewa dan protokol ini, asalkan mereka tidak mengambil tindakan yang dapat mempengaruhi dan memberi kerugian pada orang-orang sipil, dan tanpa mengurangi hak sipil sebagai wartawan perang yang ditugaskan pada angkatan perang. Adapun  ayat (3) menjelaskan tentang syarat wartawan agar dapat bertugas dalam konflik bersenjata yaitu wartawan harus memiliki kartu tanda pengenal wartawan yang dikeluarkan oleh pemerintah negara dari mana wartawan itu merupakan warganegaranya atau negara wartawan itu bertempat tinggal atau dimana kantor pemberitaan yang mempekerjakannya berada.

Keenam,  Shireen Abu Aqla adalah jurnalis resmi dari kantor berita Aljazirah  dan merupakan putri   asli kelahiran Yerusalem. “Sehingga wafatnya Shireen Abu Aqla oleh militer Israel jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum humaniter dan pelakunya wajib diseret ke muka Mahkamah Pidana Internasional atau forum internasional lain sesuai dengan Hukum Pidana Internasional,” ujarnya.

Ketujuh, BSMI mendorong Pemerintah Indonesia dan DPR RI untuk menyampaikan di forum PBB dan forum internasional lain dimana Indonesia menjadi anggotanya, untuk  mendesak agar militer Israel mempertanggungjawabkan tindakannya di muka Mahkamah Pidana Internasional. Jadikan nilai keadilan dan kesetaraan sebagai nilai yang universal. Dunia wajib menjadikan peristiwa ini sebagai peristiwa penting sebagaimana mereka memandang serius konflik Rusia-Ukraina.

“Demikian pernyataan sikap Perhimpunan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI). Semoga Allah SWT terus menguatkan bangsa Indonesia agar terus berperan aktif dalam membantu kemerdekaan Palestina sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” kata Djazuli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement