Kamis 09 Feb 2023 05:35 WIB

Lima Negara ASEAN Bersama-sama Usulkan Kebaya Jadi Warisan Budaya Takbenda

Lima negara ASEAN mengusulkan kebaya ke dalam daftar warisan budaya takbenda.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Esthi Maharani
Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand menyepakati mengusulkan kebaya ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO.
Foto: Dok. Pemkab Purbalingga
Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand menyepakati mengusulkan kebaya ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak lima negara di Asia Tenggara yang mengenal kebaya sebagai salah satu busana tradisional perempuan membentuk hubungan budaya bersama atau shared culture. Kelima negara tersebut, yakni Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand menyepakati mengusulkan kebaya ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO.

"Proses pengusulan dimulai ketika Perdana Menteri Malaysia, Dato’ Sri Ismail Sabri bertemu dengan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, di Jakarta, pada 2021. Pertemuan ini membicarakan berbagai peluang kerja sama di berbagai bidang, salah satunya adalah bidang kebudayaan," kata Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek), Hilmar Farid, Rabu (8/2/2023).

Pertemuan itu juga membicarakan pengusulan bersama bagi beberapa warisan budaya takbenda yang memiliki sejarah shared culture, yang salah satunya kebaya. Setelah berdiskusi, kemudian disepakati mengajak negara anggota ASEAN lain yang juga memiliki tradisi kebaya untuk bergabung dalam nominasi bersama kebaya.

Hilmar juga menjelaskan, pengusulan itu dilakukan melalui mekanisme nominasi bersama atau joint nomination. Mekanisme tersebut dikembangkan oleh UNESCO pada 2008 sebagai salah satu upaya untuk merealisasikan tujuan Konvensi UNESCO 2003, yakni Convention for the Safeguarding of the ICH.

"Yaitu meningkatkan kesadaran akan pentingnya menghormati keragaman budaya, serta memberikan pengakuan yang semestinya terhadap praktik dan ekspresi komunitas di seluruh dunia, dalam upaya pelindungan warisan budaya takbenda," kata Hilmar.

Adanya mekanisme nominasi bersama, Hilmar menegaskan, penetapan elemen budaya ke dalam daftar ICH bukanlah pengakuan terhadap suatu negara atas hak paten atau hak kekayaan intelektual warisan budaya, melainkan kontribusi negara pihak (pengusul) dalam mempromosikan keberagaman budaya dan mendorong dialog antarkomunitas.

“Dengan semangat demikian, diharapkan dapat mendorong terwujudnya perdamaian internasional,” tutur Hilmar. Pengusulan Kebaya melalui nominasi bersama, menurut Hilmar, menjadi momentum dalam memperkuat persatuan dan solidaritas regional ASEAN.

Pada 2000, negara anggota ASEAN mencetuskan Declaration on Cultural Heritage yang berkomitmen memajukan pelindungan dan promosi warisan budaya. Upaya pemajuan itu dilakukan dengan mengembangkan perspektif ASEAN berdasarkan elaborasi terhadap hubungan sejarah, warisan budaya, dan identitas regional yang dimiliki bersama.

“Perspektif tersebut menjadi kerangka kerja sama ASEAN dalam upaya pembangunan nasional dan regional di bidang sosial, budaya, dan ekonomi,” ujar Hilmar.

Menindaklanjuti proses nominasi bersama, pemerintah melalui Kemendikbudristek akan menyelenggarakan kegiatan Workshop Pengusulan Kebaya Sebagai Nominasi Bersama 2023 di Jakarta. Tujuan kegiatan ini untuk mempererat hubungan kerja sama di bidang kebudayaan di antara negara ASEAN, melalui pengisian bersama naskah nominasi Kebaya.

Kegiatan ini juga dapat menjadi bagian dari momentum Indonesia sebagai ketua ASEAN 2023 untuk memainkan peran penting dalam memperkuat kolaborasi di antara negara-negara anggota ASEAN dan mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan kawasan.

Hilmar berharap, penyelenggaraan workshop dapat memberikan gambaran bagi komunitas di dalam negeri mengenai tujuan ICH UNESCO. “Sehingga tidak lagi terjadi kesalahpahaman yang menganggap ICH UNESCO adalah pengakuan terhadap asal-usul suatu Warisan Budaya Takbenda atau pengakuan terhadap hak paten/hak kekayaan intelektual, melainkan untuk secara harmonis melindungi warisan budaya bersama tersebut,” kata Hilmar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement