REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD--Kondisi Irak pascainvasi Amerika Serikat (AS) tak ubahnya mimpi buruk. Pembaruan yang dengungkan AS belum jua membuahkan hasil. Celakanya, sistem pendidikan ikutan mandek. Jutaan dollar AS dikeluarkan belum juga menggerakan pendidikan rakyat Irak yang berhenti berdetak. Kondisi itu sangat jauh dari sejarah megah kota Baghdad. Sebagai ibukota kerajaan kuno dan kekalifahan Islam, Baghdad merupakan pusat kebudayaan dan pendidikan. Kini, wajah kemegahan itu mendadak pucat pasi dan murung.
Sekolah negeri al-Mamuniyeh misalnya, meski pun telah mendapat dana satu juta dolar AS, anak-anak sering belajar tanpa buku dan listrik. Tak jauh dari sekolah itu terdapat sekolah swasta khusus wanita al-Mawwada. Sekolah khusus ini memang lebih baik. Pengelolaan yang profesional dan didukung fasilitas yang lengkap menjadikan sekolah ini menjadi rujukan anak-anak.
Harus diakui, faktor utama berdetaknya kembali denyut pendidikan di Irak sangat dipengaruhi keamanan. Keamanan itu yang umumnya tidak dijamin sekolah-sekolah negeri. Kebanyakan warga Irak enggan bersekolah negeri lantaran fasilitas yang minim dan kualitas guru yang kurang baik.
"Sekolah swasta lebih baik karena mereka mempekerjakan guru yang lebih baik," ungkap Adnan Hasyim, kepala sekolah negara Oman BIn Abdulaziz, Baghdad seperti dikuti Yahoonews, Kamis (4/11). Menurut dia, dirinya lebih memilih untuk menyekolahkan anak-anaknya ke sebuah sekolah swasta ketimbang sekolah negeri.
Irak telah memberlakukan pendidikan wajib 15 sejak usia dini. Sayangnya, aturan itu tidak mengurangi tingginya angka buta huruf. Data terbaru PBB mengungkap lima warga Irak dibawah usia 15 tahun masih belum dapat membaca. "Secara keseluruhan, pendidikan Irak memburuk selama beberapa tahun terakhir," ungkap laporan PBB Maret lalu.
Hasil laporan UNESCO, lembanga PBB yang menangani pendidikan mengungkap, memburuknya pendidikan di Irak disebabkan serangan yang dilakukan pemberontak Irak terhadap sekolah-sekolah. Tercatat rentang tahun 2003 dan 2008, UNESCO melaporkan 31598 serangan dan tindak kekerasan terhadap fasilitas pendidikan.
"Saya tidak punya masalah membayar biaya untuk pendidikan swasta," kata Fatima, ibu dari tiga yang tengah mencarikan sekolah untuk anak lelakinya. "Saya lebih memilih sekolah swasta karena pola ajar sekolah umum cenderung buruk," katanya.
Swasta lebih baik
Fasilitas yang mendukung merupakan alasan kuat orang tua di Irak memilih menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah swasta. Di samping itu, kualitas guru sekolah swasta yang lebih baik menjadi jaminan lain. "Sekolah umum di Baghdad penuh sesak lantaran hanya 30 sekolah yang dibangun pasca invasi. Kita perlu 952 lagi," kata Falah al-Qaisi, seorang pejabat senior di Dewan Pendidikan Provinsi Baghdad. Dia mengatakan beberapa sekolah memiliki sekitar 70 siswa per kelas, sedangkan yang swasta tidak lebih dari 25.
Berdasarkan data USAID, sejak tahun 2003, pemerintah AS telah menghabiskan lebih dari satu miliar dolar AS untuk pendidikan di Irak. Dana tersebut telah digunakan untuk membangun lebih dari 500 sekolah dan memperbaiki 2.500 sekolah yang rusak. Sejauh ini, ada sekitar 3.000 sekolah negeri di Baghdad, sementara hanya 30 sekolah swasta yang telah disetujui oleh pemerintah pada tahun 2008.
PBB mengatakan pemerintah Irak menjadikan pendidikan sebagai salah satu prioritas utama pembangunan. Pemerintah Irak kemudian meningkatkan alokasi anggaran dari 7,2 persen pada tahun 2008 menjadi 9,9 persen pada tahun 2009. Namun, Qaisi percaya perbaikan pendidikan di Irak menghabiskan dana lebih dari 18-20 persen anggaran.
"Dari 61 ribu siswa dari sekolah umum yang mengambil ujian tahun lalu untuk ijazah sekolah tinggi hanya 27 persen lulus tetapi persentase siswa dari sekolah swasta hanya 31 persen. Tidak jauh berbeda," kata Qaisi. Dia menambahkan situasi di Baghdad lebih buruk dibandingkan kota lain di Irak.