Jumat 12 Nov 2010 00:58 WIB

Kebuntuan Politik di Irak Berakhir

Rep: Wulan Tanjung Palupi/AP/ Red: Budi Raharjo
Pemilu di Irak, ilustrasi
Pemilu di Irak, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,BAGHDAD--Kebuntuan politik di Irak yang telah berlangsung selama delapan bulan mulai menunjukkan tanda-tanda akan mencair.  Aliansi Iraqiya yang didukung kelompok Sunni setuju untuk menjadi bagian pemerintahan baru yang dipimpin oleh perdana menteri incumbent, Nouri Al Maliki.

Maliki beringsut mendekati kesepakatan final dengan Iraqiya untuk masa jabatan keduanya. Di saat yang sama terjadi serangan bom dan mortir yang menargetkan yang menewaskan sedikitnya tiga orang dan melukai puluhan orang lainnya. Kesepakatan itu dicapai setelah anggota parlemen senior dari koalisi Iraqiya yang dipimpin oleh mantan perdana menteri Iyad Allawi bertemu dengan kubu Maliki.

Keputusan itu memberi harapan baru bahwa pemerintah berikutnya akan mencakup representasi Sunni yang cukup sehingga mengurangi potensi terjadinya kekerasan sektarian. Sejak invasi AS pada 2003 silam, puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sektarian dalam upaya menggulingkan Saddam Hussein dari kekuasaan dan masa-masa sesudahnya.

"Iraqiya akan melakukan pertemuan pada Kamis (11/11) menyelesaikan perbedaan pendapat dan memilih calon dari partai mereka untuk ketua parlemen," ujar anggota parlemen dari Iraqiya yang enggan disebutkan namanya. 

Sejak pemilihan umum Maret lalu yang tak berhasil menghasilkan pemenang yang jelas, parlemen Irak baru mengadakan pertemuan dua kali dan tidak menghasilkan keputusan.  Usai pemilu, Irak praktis tidak memiliki pemerintahan.

Iraqiya bergabung dengan aliansi Kurdi dalam mendukung Maliki setelah kebuntuan politik yang panjang dan meningkatkan risiko keamanan di Irak. Bulan lalu, Maliki melakukan kunjungan ke Iran, Suriah, Turki dan Mesir untuk mendapatkan dukungan regional bagi upayanya untuk tetap berkuasa.  Dia menawarkan kesepakatan investasi negara-negara Arab di Irak jika dapat membujuk Iraqiya menuju  kompromi, demikian keterangan sumber di parlemen.

Beberapa bulan terakhir Iraqiya berulang kali menolak kepemimpinan al-Maliki untuk kedua kalinya dan menuntut hak untuk membentuk pemerintahan karena Iraqiya keluar sebagai pemenang dalam pemilu. "Besok di parlemen, itu akan menjadi awal dari pembentukan bukan hanya pemerintah, tetapi pembentukan negara Irak," kata Maliki pada Rabu (10/11).

Parlemen Irak sempat menggelar pertemuan pada Juni lalu, namun para anggota parlemen tidak berhasil memutuskan siapa yang akan memimpin pemerintahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement