Rabu 09 Jun 2010 22:10 WIB

Pembunuhan Aktivis Buruh Meningkat

ilustrasi
Foto: >
ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA--Menurut laporan dari Serikat Konfederasi Perdagangan Internasional (ITUC), pembunuhan aktivis buruh meningkat pesat pada 2009 karena krisis ekonomi global yang mengakibatkan kekerasan terhadap pekerja yang menuntut hak mereka. Laporan tersebut dipaparkan dalam pertemuan tahunan Organisasi Buruh Internasional (ILO) di Jenewa, dan menyatakan pemerintah dalam negara maju dan berkembang menjepit serikat buruh dan pemilik kerja meningkatkan intimidasi serta bentuk-bentuk lain penyiksaan, termasuk pembubaran serikat buruh.

"Hak serikat buruh yang dibekukan secara berlanjut, dalam kebanyakan kasus dengan total impunitas, dan penindasan terhadap serikat perdagangan terjadi terus sementara pemerintah gagal memenuhi tanggung jawabnya untuk menghormati hak mereka," kata laporan tersebut.

Organisasi yang berpusat di Brussel tersebut mengatakan sekitar 101 aktivis buruh tewas di 11 negara tahun lalu -- umumnya di Amerika Latin tetapi terjadi juga di Asia dan Afrika -- dibandingkan dengan 76 orang pada 2008.

Kolombia merupakan negara paling bahaya untuk buruh, jelas laporan tersebut, dengan total 48 pembunuhan termasuk 22 pemimpin senior serikat perdagangan, lima di antara mereka perempuan. Negara berikut yang terparah adalah Guatemala dengan 16 kematian, lalu Honduras dengan 12 kematian.

Angka kematian sampai enam orang terjadi pada Bangladesh dan Meksiko dan empat di Brazil, kata laporan tersebut. Negara lain yang melaporkan adanya kasus pembunuhan pada aktivis serikat buruh terjadi pada Republik Dominika, Filipina, India, Irak dan Nigeria.

Laporan tersebut menyatakan banyak negara-negara yang menandatangani konvensi ILO sebagai standar utama perburuhan, termasuk hak untuk unjuk rasa dan hak untuk membentuk perserikatan, namun diabaikan dan gagal untuk melindungi buruh mereka.

Banyak pemerintah dan perusahaan yang menggunakan krisis ekonomi sebagai alasan untuk memperlemah dan mengurangi hak serikat pekerja di tengah menghilangnya puluhan juta pekerjaan dan menjadi ancaman berlanjut pada orang-orang yang masih bekerja.

Selain pembunuhan, ada kasus percobaan pembunuhan dan ancaman kematian, sementara ribuan aktivis buruh yang dipenjara di negara-negara seperti Iran, Pakistan, Korea Selatan, Turki dan Zimbabwe, kata laporan tersebut.

Timur tengah merupakan kawasan dengan perlindungan hak serikat terkecil dengan hambatan besar untuk membentuk perserikatan berada di bawah pemerintah mereka. Pekerja asing merupakan yang paling rentan, umumnya bekerja di keadaan yang menyedihkan.

Di Asia, menurut ITUC, berorganisasi umumnya sulit untuk pekerja dan di negara seperti Filipina, Pakistan dan India para majikan biasa menggunakan banyak siasat untuk memecah serikat buruh, mulai dari pelecehan hingga pemecatan pemimpin serikat.

Di Cina, kata mereka, peningkatan rasio unjuk rasa menyebabkan pihak berwajib mengurangi penggunaan kekerasan dalam menghadapi serikat buruh, tetapi pekerja yang menyerang akan mendapatkan tindakan dan penindasan dari kepolisian. Negara maju, seperti Amerika Serikat, Jerman dan Swiss, juga jauh dari catatan yang bersih, menurut laporan ITUC.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement