Senin 31 Aug 2015 17:42 WIB

Australia Tolak Berikan Paspor Baru untuk Warganya di Irak

Red:
Renas Lelikan mengatakan dia tidak menjadi ancaman bagi keamanan Australia.
Foto: abc news
Renas Lelikan mengatakan dia tidak menjadi ancaman bagi keamanan Australia.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Departemen Luar Negeri Australia (DFAT) menolak memberikan paspor baru kepada seorang warga Australia yang saat ini berada di sebuah kamp pengungsi d Irak. Daerah tersebut rentan mendapat serangan dari kelompok ISIS.

Hari Jumat (28/8) lalu, Renas Lelikan, yang memiliki dua kewarganegaraan Turki dan Australia mendapat jawaban resmi dari DFAT bahwa dia tidak akan mendapat paspor baru karena alasan keamanan nasional.

Dua minggu lalu, ABC melaporkan bahwa Lelikan sekarang tinggal di kamp pengungsi Makhmur di Irak dan khawatir akan keselematan dirinya karena kamp tersebut sering mendapat serangan dari kelompok ISIS.

Lelikan adalah seorang wartawan dan berasal dari suku Kurdi. Dia pertama kali menghubungi Kedutaan Australia di Baghdad bulan Januari lalu meminta pergantian paspor atau surat perjalanan darurat sehingga dia bisa kembali ke Australia.

Paspor Lelikan sebelumnya ditahan oleh pihak berwenang Perancis setelah dia dinyatakan bersalah bergabung dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) sebuah kelompok militan Kurdi yang dilarang di Perancis dan Australia.

Dia kemudian melarikan diri dari Perancis menggunakan paspor seorang anggota keluarganya.

Lelikan tidaklah sedang dicari oleh pemerintah Perancis, dan hukuman karena melarikan diri sebelum hukumannya berakhir adalah dia dilarang masuk ke Perancis selama lima tahun.

Setelah menghubungi kedutaan Australia bulan Januari lalu, Lelikan diberitahu bahwa permohonan paspornya sedang diproses, dan dia mendapat serangkaian pertanyaan tertulis dari Dinas Intelejen Australia (ASIO).

Hari Minggu, salah satu saluran televisi di Australia Channel 7 melaporkan bahwa permohonan paspor Lelikan ditolak.

Dalam pernyataannya, juru bicara DFAT mengatakan departemennya tidak memberikan komentar mengenai kasus per kasus.

Namun dalam rujukan tidak langsung terhadap situasi Lelikan, juru bicara itu mengatakan pemerintah Australia tidak menghendaki warganya terlibat dalam konflik di Suriah dan Irak di pihak manapun.

Lelikan menolak pendapat bahwa dia akan menjadi ancaman keamanan bagi Australia meskipun di sosial media, dia berpose dengan senjata yang tampaknya adalah AK-47.

"Saya tertawa ketika membaca keputusan. INi aneh sekali," kata Lelikan baru-baru ini.

"Sebagai warga Australia, saya berhak mendapat paspor di saat saya hidup dalam kondisi ini, di bawah ancaman ISIS." katanya.

Pengacara Lelikan Jessie Smith mendesak pemerintah Australia membantu kliennya untuk bisa meninggalkan irak, dan penyelidikan mengenai dukungan politik kliennya bisa dilakukan ketika dia kembali ke Australia.

"Pemerintah harus segera memberikan dokumen perjalanan darurat sehingga dia bisa kembali ke Australia," katanya.

"Ini sesujai dengan kewajiban hak asasi manusia Australia menurut hukum internasional."

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement