Jumat 13 Jul 2018 18:12 WIB

Uji Coba Vaksin HIV ke Manusia Tunjukkan Hasil Menjanjikan

Peneliti memberi vaksin 2.600 perempuan di Afrika yang berisiko tertular HIV.

Red: Nur Aini
HIV/AIDS. Ilustrasi
Foto: .
HIV/AIDS. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,CANBERRA -- Pencarian untuk vaksin yang aman dan efektif untuk HIV telah dilakukan selama hampir 40 tahun. Para ilmuwan, kini, "optimististis" bahwa mereka selangkah lebih dekat setelah uji coba vaksin baru terhadap manusia dan monyet telah menunjukkan hasil yang menjanjikan.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal The Lancet, pengobatan uji coba itu ditemukan untuk menghasilkan tanggapan kekebalan anti-HIV pada orang dewasa yang sehat, dan melindungi monyet terhadap infeksi dari virus yang mirip dengan HIV.

Peneliti utama, Dan Barouch, dari Harvard Medical School mengatakan, penelitian itu merupakan "tonggak penting" dalam penelitian HIV, tetapi hasilnya harus ditafsirkan dengan hati-hati.

"Kami senang dengan hasil saat ini ... tetapi kami tak bisa berasumsi bahwa vaksin ini akan bekerja pada manusia," kata Profesor Barouch kepada The Health Report.

Untuk menguji teori itu, kini, para peneliti akan memberi vaksin 2.600 perempuan di Afrika bagian selatan yang berisiko tertular HIV. "Ini hanyalah konsep vaksin HIV kelima yang akan diujicobakan kemanjurannya pada manusia dalam sejarah 35 tahun epidemi global," kata Profesor Barouch.

Hampir 37 juta orang di seluruh dunia hidup dengan HIV, dengan sekitar 1,8 juta kasus baru setiap tahunnya.

Vaksin menarget jenis beragam

Salah satu tantangan utama mengembangkan vaksin HIV yang efektif adalah kemampuan virus untuk bermutasi dengan cepat dan menghindari serangan dari sistem kekebalan tubuh kita. Ada banyak jenis HIV, dan uji coba vaksin sebelumnya biasanya terbatas pada jenis virus tertentu di wilayah tertentu di dunia.

Namun, untuk penelitian itu, para peneliti menggunakan apa yang disebut vaksin 'mosaik' yang menggabungkan potongan berbagai jenis virus HIV untuk memperoleh tanggapan kekebalan terhadap berbagai jenis HIV. Pada 2015, Profesor Barouch dan rekan-rekannya menguji berbagai kombinasi dari vaksin mosaik pada orang dewasa yang sehat di Afrika timur, Afrika Selatan, Thailand dan Amerika Serikat.

Sebanyak 393 peserta diberi empat vaksinasi selama 48 minggu. Setiap kombinasi vaksin ditemukan aman dan "ditoleransi dengan baik" dan menghasilkan tanggapan kekebalan anti-HIV. Pada saat yang sama, para peneliti memberi kombinasi vaksin 'mosaik' terhadap 72 monyet untuk menguji ketahanan terhadap virus serupa HIV yang menyerang monyet -virus imunodefisiensi manusia simian.

Mereka menemukan vaksin yang menghasilkan respons kekebalan terbesar pada manusia juga memberikan perlindungan terbaik pada monyet. "Vaksin ini menyediakan 67 persen perlindungan terhadap virus yang menyerupai AIDS," kata Profesor Barouch.

"Karena perlindungan pada monyet, dan keamanan serta respons kekebalan pada manusia, vaksin telah dikembangkan ke penelitian skala yang lebih besar...yang akan menentukan apakah vaksin itu dapat mencegah infeksi HIV pada manusia."

Uji coba vaksin ke-5

Sejak munculnya epidemi HIV pada awal 1980-an, hanya empat vaksin eksperimental yang pernah dievaluasi atas kemanjurannya terhadap manusia, dan hanya satu yang menunjukkan bukti perlindungan terhadap HIV.

Sebuah vaksin yang diujicobakan di antara 16.000 relawan Thailand pada 2009 menurunkan tingkat infeksi manusia sebesar 31 persen, tetapi efek itu dianggap terlalu rendah untuk obat yang akan digunakan secara luas.

Profesor Barouch mengatakan meskipun vaksin 'mosaik' telah memicu tanggapan anti-HIV yang menjanjikan pada manusia, tidak ada jaminan itu akan cukup untuk mencegah infeksi HIV.

"Tantangan dalam pengembangan vaksin HIV belum pernah terjadi sebelumnya, dan kemampuan untuk menginduksi tanggapan kekebalan spesifik HIV tidak selalu menunjukkan bahwa vaksin akan melindungi manusia dari infeksi HIV," katanya.

Pakar penyakit menular ternama, Sharon Lewin dari Institut Doherty, mengatakan penelitian itu "menarik" tetapi masih ada yang perlu dilakukan sebelum vaksin HIV yang efektif tersedia.

"Ada sejarah yang sangat menonjol di sini tentang vaksin yang tampak bagus pada monyet dan kemudian Anda memindahkannya ke manusia dan mereka tidak bekerja," kata Profesor Lewin.

"Itu telah terjadi sebelumnya ... tetapi mereka menggunakan metode yang sedikit lebih canggih dalam hal ini."

Vaksin penting untuk berantas HIV

Meskipun ada kemajuan signifikan dalam pemahaman kita tentang HIV dan pencegahan serta pengobatannya, pengembangan vaksin pencegahan tetap mendesak.

Sebagian besar orang yang hidup dengan HIV berada di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, terutama di Afrika Sub-Sahara, di mana mereka (dan orang-orang yang berisiko terinfeksi HIV) sering tidak memiliki akses ke pencegahan, perawatan, atau pengobatan, dan masih belum ada obatnya.

Profesor Lewin mengatakan penelitian menunjukkan bahkan vaksin "cukup efektif", bersama dengan strategi pencegahan dan pengobatan HIV yang ada, akan memiliki "efek yang sangat mendalam" pada epidemi global.

"Masih ada 1,8 juta infeksi baru setiap tahun. Jadi, jika Anda memiliki vaksin yang hanya 70 persen efektif, pemodelan menunjukkan Anda dapat mengalami pengurangan substansial dalam transmisi," katanya.

"Oleh karena itu investasi berkelanjutan yang signifikan, yang saya pikir sangat dibutuhkan."

Vaksin perlu untuk epidemi global

Di Australia dan bagian lain dunia, kemunculan Pre-Exposure Prophylaxis, atau PrEP, yang relatif baru dianggap sebagai "pembawa perubahan" bagi pria homoseksual. PrEP, yang ditambahkan ke Skema Manfaat Farmasi Australia pada April, adalah obat pencegahan yang hingga 99 persen efektif dalam menghentikan penularan HIV antara laki-laki selama berhubungan seksual.

"Apa yang telah ditunjukkan oleh beberapa negara di dunia, termasuk di Australia, khususnya New South Wales, adalah bahwa jika Anda mendapatkan pengobatan dan penggunaan PrEP hingga tingkat tinggi, Anda mulai melihat penurunan infeksi HIV baru," kata Profesor Lewin.

Meski demikian, PrEP, yang harus dikonsumsi setiap hari, bukan strategi jangka panjang yang berkelanjutan untuk menanggulangi HIV dalam skala global, katanya.

“PrEP sangat efektif, dan sementara kita tidak memiliki vaksin, kita pasti perlu untuk mengonsumsinya… kita masih memiliki 1.000 infeksi HIV baru setiap tahun di Australia,” katanya.

"Tapi itu membutuhkan uang, Anda harus berada dalam perawatan kesehatan reguler, dan itu memerlukan infrastruktur untuk mendukungnya...itulah sebabnya mengapa penyakit menular yang pernah ditangani secara efektif selalu dikaitkan dengan vaksin."

Australia punya rekam jejak baik

Pada 2016, diperkirakan lebih dari 26 ribu warga Australia hidup dengan HIV, menurut Institut Kirby di Universitas New South Wales. Dari orang-orang itu, 95 persen mengakses perawatan, dan lebih dari 90 persen memiliki apa yang dikenal sebagai "muatan viral tak terdeteksi", yang berarti virus HIV tak bisa dideteksi oleh tes darah standar atau ditularkan selama seks.

"Australia memiliki rekam jejak tes HIV, penggunaan pengobatan, dan kemauan menjalani perawatan yang sangat mengesankan,," kata Profesor Lewin.

Itu sebagian besar berkat pengenalan terapi antiretroviral penekan virus seumur hidup pada 1995, yang merevolusi pengobatan HIV di seluruh dunia.

"Jadi, jika Anda mengobati orang (dengan obat antiretroviral), jumlah virus mereka menyusut ke tingkat yang sangat rendah. Itu selalu ada, tetapi pada tingkat yang sangat rendah, sehingga Anda memblokir transmisi," kata Profesor Lewin.

Perawatan tersebut mengurangi risiko pengembangan penyakit yang terkait dengan HIV, yang berarti orang-orang yang menjalani pengobatan setiap hari bisa panjang umur dan sehat. Konferensi AIDS Internasional akan diadakan di Amsterdam dari  23-27 Juli.

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2018-07-13/vaksin-hiv-yang-menjanjikan-diujicobakan-pada-manusia/9992228
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement