Ahad 12 Aug 2018 20:01 WIB

Remaja Australia Terlilit Utang Belanja Online

Anak kecil dan remaja belanda daring dengan kartu kredit atau debit orang tua.

Red: Nur Aini
Belanja daring (Online) lewat ponsel pintar
Foto: VOA
Belanja daring (Online) lewat ponsel pintar

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Sebuah survei terbaru menunjukkan ratusan remaja Australia melakukan transaksi belanja daring atau online tanpa seizin orang tua mereka. Dalam beberapa kasus bahkan hal itu menyebabkan keluarga mereka terlilit tagihan hingga ribuan dolar Australia.

Survei yang dilakukan oleh lembaga nirlaba Yayasan Keuangan Dasar itu juga menemukan beberapa orang tua terpaksa harus menunda membayar tagihan. Selain itu, mereka terpaksa mengurangi pengeluaran penting lainnya demi membayarkan transaksi belanja online anak mereka.

"Setengah dari belanja online yang berlebihan oleh anak kecil dan remaja ini adalah dengan menggunakan kartu kredit atau kartu debit orang tua mereka," kata Direktur Eksekutif Financial Basics Foundation, Katrina Birch.

Survei terhadap 1.000 orang tua tersebut menemukan 56 persen dari responden telah dipaksa untuk membayar tagihan belanja berlebihan anak remaja mereka. Sebagian besar tagihan itu untuk data ponsel, pembelian game, musik, dan video streaming.

Tiga puluh empat persen orang tua mengatakan anak-anak mereka melakukan kesalahan yang jujur. Sementara 29 persen mengatakan mereka secara sadar telah berbelanja secara berlebihan.

Selain menggunakan kartu kredit orang tua mereka, remaja menggunakan kartu debit mereka sendiri. Meskipun sebagian besar pembelian kurang dari 100 dolar (Rp 1 juta), yang paling mahal adalah 7.000 dolar (Rp 74 juta).

Tiga belas persen keluarga bahkan harus menunda membayar tagihan atau mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari karena harus membayarkan tagihan belanja online anak mereka. Mairead Taylor sangat berhati-hati dengan pengeluaran anak-anaknya Jack, 14 tahun dan Rory, 11 tahun. Namun demikian hal itu tidak menghentikan terjadinya pembelian tidak sengaja ketika Jack mendapatkan telepon pertamanya sewaktu masih berusia 7 tahun.

Penyedia telepon telah mengatakan kepada Mairead Taylor bahwa telepon tersebut memiliki kontrol orang tua dan tidak dapat digunakan untuk membeli apa pun tanpa masukannya. Namun, tagihan pertama dari ponsel anaknya memiliki tambahan tagihan  32 dolar atau sekitar Rp 350 ribu.

"Dia (Jack) mengira dia pasti telah mengklik sesuatu di Facebook. Dia tidak tahu apa itu," katanya.

Dia berjuang melakukan pembayaran itu selama 18 bulan. Sampai penyedia akhirnya mengalah dan memberinya kredit 100 dolar untuk masalah yang dialaminya.

Kebijakan keluarga mereka adalah tidak memasukkan perincian kartu kredit ke iTunes atau di situs web apa pun di perangkat putra mereka. Jika mereka ingin melakukan pembelian, mereka harus menggunakan uang mereka sendiri dan membeli voucher dari toko ritel.

Mereka kemudian memasukkan rincian voucher secara online. "Dengan cara itu mereka menggunakan uang mereka, dan mereka tahu mereka membelanjakan uang nyata," kata Meiread Taylor.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2018-08-12/remaja-terlilit-utang-belanja-online/10111696
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement