Selasa 27 Nov 2018 17:55 WIB

Cina akan Gunakan Satelit dan Roket untuk Buat Hujan

Cina ingin memindahkan uap air di atas sungai Yangtze ke kawasan kering.

Red: Nur Aini
Hujan (ilustrasi)
Foto: ABC News
Hujan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Ilmuwan China mengungkapkan rencana mereka untuk menggunakan satelit dan roket sebagai bagian dari proyek ambisius untuk secara artifisial menciptakan curah hujan. Namun, sebagian kalangan mempertanyakan keberhasilan program tersebut.

Proyek bernama 'Tianhe Project' alias 'Sungai Angkasa' yang memakan anggaran sebesar 19 juta dolar AS atau setara dengan Rp 199 miliar merupakan proyek percobaan hujan buatan terbesar di dunia. Tujuannnya adalah untuk mengalihkan uap air berlebih di atas cekungan sungai Yangtze menuju ke kawasan yang lebih kering di Cina, demikian dilaporkan oleh sejumlah media setempat.

Para ilmuwan dari Universitas Tsinghua dan Qinghai Cina mengajukan proyek ini pada tahun 2015, yang mengharuskan pembangunan koridor udara buatan untuk membawa uap air tersebut.

Baru-baru ini, mereka telah mulai mengembangkan satelit dan roket yang kemudian akan memantau keberadaan dan gerakan uap air tersebut dan mengarahkannya kembali untuk menciptakan curah hujan. Surat kabar People's Daily awal bulan ini melaporkan enam satelit yang dikembangkan oleh Shanghai Academy of Spaceflight Technology dijadwalkan akan mulai beroperasi pada 2022. Satelit akan memandu pembuatan koridor udara di atas sungai terbesar di Asia itu, dan untuk memantau distribusi uap air di udara.

Menurut mantan Perdana Menteri China Wen Jiabao, krisis air dapat menjadi ancaman terbesar bagi kebangkitan Cina sebagai negara adikuasa karena akan mempengaruhi pertumbuhan dan stabilitas di sana. Jika proyek itu berhasil, maka sistem ini bisa mengalihkan 5 miliar meter kubik air setiap tahun untuk meringankan daerah yang kering di utara Cina. Namun fisikawan dari Cina dan Australia meragukan kemungkinan keberhasilannya.

"Saya pikir proyek ini terlalu ambisius," kata ahli meteorologi dan fisika ABC, Nate Byrne.

"Ini persoalan tentang sejumlah besar energi yang akan diperlukan hanya untuk menguapkan air dan itu biasanya dilakukan secara alami oleh matahari."

Agenda pembangunan proyek 'Sungai Angkasa' ini mengikuti tren proyek baru-baru ini di mana Cina mencoba untuk merekayasa aspek lingkungan alam. Awal bulan ini, para ilmuwan nuklir mencapai tonggak penting dengan menciptakan "matahari buatan" dengan memanfaatkan energi dari fusi nuklir, sementara bulan lalu, Cina mengumumkan mereka sedang dalam proses menciptakan "bulan buatan" yang cukup terang untuk menggantikan lampu jalan kota pada 2020.

'Fantasi yang tidak masuk akal'

Dasar-dasar pemikiran sains di balik rencana ini masih menjadi bahan kontroversi. Beberapa fisikawan terkemuka di Cina mempertanyakan apakah proyek itu akan berhasil. Mereka memilih untuk menyuarakan kekhawatiran mereka secara terbuka setelah terungkap bahwa proyek itu akan menggunakan satelit dan roket yang mahal.

"Proyek ini adalah fantasi yang tidak masuk akal baik berdasarkan landasan ilmiah maupun kelayakan teknis," kata Lu Hancheng, seorang profesor di Universitas Teknologi Pertahanan Nasional di Beijing kepada harian milik pemerintah Global Times.

Ahli meteorologi dan fisika ABC, Nate Byrne sepakat dengan komentar ini, menurutnya agar rencana ini berhasil, awan perlu dikendalikan ke arah yang benar. Menurutnya, itu membutuhkan perubahan yang "tidak mungkin" terjadi mengenai arah angin di atmosfer.

"Ini masalah yang terlalu besar untuk dipikirkan ... dalam pandangan saya, tidak ada peluang nyata bahwa ini akan berhasil," katanya.

"Mengarahkan [uap air] - itu adalah tugas yang sangat besar."

Ini bukan pertama kalinya Cina beralih ke roket untuk secara aktif mengubah perilaku cuaca. Selama Olimpiade Beijing 2008, media pemerintah Cina melaporkan bahwa negaranya berhasil mencegah hujan selama upacara pembukaan. Hal itu dilakukan dengan menembakkan 1.110 roket ke langit untuk mengacaukan sabuk hujan dan memicu hujan sebelum memasuki stadion.

Dipercaya bahwa roket-roket itu mengandung partikel-partikel inti kondensasi awan di udara yang terdiri dari debu, garam, atau bakteri yang sangat penting untuk menciptakan uap air dan menyebabkan hujan. Proses ini disebut penyemaian awan, tetapi Byrne mengatakan bahwa bidang ilmu yang sedang berkembang ini masih dalam tahap pengembangan awal.

"Eksperimen pembenihan awan yang telah dilakukan skalanya luar biasa kecil, sangat lokal ... dan bahkan eksperimen tersebut belum membuahkan hasil," katanya.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2018-11-27/china-akan-kirim-satelite-untuk-manipulasi-cuaca/10556998
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement