Senin 31 Dec 2018 05:55 WIB

Keluarga Co-Pilot Lion Air JT-610 Gugat Boeing

Gugatan ini menambah panjang daftar litigasi terhadap Boeing.

Red:
abc news
abc news

Keluarga co-pilot pesawat Lion Air yang jatuh pada bulan Oktober lalu dan menewaskan seluruh penumpang dan awaknya yang berjumlah 189 orang, telah mengajukan gugatan kematian yang salah terhadap Boeing di Chicago, Amerika Serikat.

Gugatan ini menambah panjang daftar litigasi terhadap pabrikan pesawat terbang global yang didaftarkan di kota kelahirannya.

Gugatan yang diajukan ke Pengadilan Sirkuit Cook County, Illinois, AS ini menuduh Boeing 737 MAX 8 yang dioperasikan oleh Lion Air 'berbahaya secara tidak masuk akal' atau memiliki kecenderungan untuk menyebabkan kerusakan fisik yang membahayakan tanpa sepengetahuan konsumen namun oleh pengetahuan umum dapat diduga berdasarkan karakteristiknya" karena alat sensornya memberikan informasi yang tidak konsisten kepada pilot dan pesawat.

Boeing menolak berkomentar tentang proses pengadilan yang tertunda.

Pesawat Lion JT 610 jatuh ke Laut Jawa setelah lepas landas dari Jakarta pada 29 Oktober.

Gugatan ini diajukan atas nama janda pilot Harvino dan tiga anaknya, yang semuanya berasal dari Jakarta.

Gugatan ini juga menuduh bahwa instruksi manual yang disediakan oleh Boeing dengan pesawat berumur dua bulan itu tidak memadai, yang menyebabkan kematian pilot, awak dan penumpang.

Dalam sebuah pernyataan, firma hukum Gardiner Koch Weisberg & Wrona mengatakan Harvino dan Kapten Penerbangan 610 Bhayve Suneja sama-sama pilot berpengalaman, setelah mencatat lebih dari 5.000 dan 6.000 jam terbang sebelum bencana terjadi.

Setidaknya dua tuntutan hukum lainnya juga telah diajukan terhadap Boeing di Chicago oleh para korban Lion Air.

Sebuah laporan pendahuluan oleh para penyelidik Indonesia berfokus pada pemeliharaan dan pelatihan yang dilakukan maskapai penerbangan Lion Air dan respons sistem anti-stall Boeing terhadap sensor yang baru saja diganti tetapi tidak memberikan alasan bagi kecelakaan itu.

Salah satu penyelidik, Nurcahyo Utomo, mengatakan kepada wartawan bahwa masih terlalu dini untuk menentukan apakah versi baru sistem anti-stall, yang tidak dijelaskan kepada pilot dalam manual, merupakan faktor penyebab.

Reuters

Simak beritanya dalam bahasa Inggris di sini. 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement