Jumat 11 Jan 2019 08:30 WIB

Rumah Bordil di Australia Perdaya Perempuan Asia Tenggara

Pedagang manusia menjerat para perempuan dengan utang.

Red: Nur Aini
Rumah bordil yang digerebek polisi Australia
Foto: ABC
Rumah bordil yang digerebek polisi Australia

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Polisi di ibu kota Australia Canberra semakin khawatir dengan para perempuan asing yang dipaksa menjadi pekerja seks komersial di rumah-rumah bordil gelap. Pihak berwenang terus berusaha memberantas praktek tersebut.

Detektif Superitendent Scott Moller dari Kepolisian ACt mengatakan bahwa mereka banyak melakukan penggerebekan dan penahanan selama enam bulan terakhir berkenaan dengan prostitusi ilegal. Baru-baru ini mereka menjatuhkan tuduhan terhadap empat orang berkaitan dengan penggerebekan 10 rumah bordil gelap bulan Juli lalu.

"Memang terjadi peningkatan jumlah rumah bordil gelap. Saya kira memang ada peluang di Canberra untuk memiliki bisnis seperti ini."

"Namun sepanjang penerapan hukum dilakukan terus menerus di industri ini, jumlah rumah bordil gelap ini akan menurun."

Scott Moller mengatakan rumah bordil gelap ini biasanya dalam keadaan memprihatinkan karena tidak mendapat pemeriksaan soal kesehatan dan keamanan.

Police raid on an illegal brothel in Canberra in September 2018

Rekaman dari polisi stelah melakukan penggerebekan tahun lalu menunjukkan bahwa rumah-rumah bordil ini tampak kotor, dengan kamar dengan dinding berjamur dan fasilitas kebersihan yang kurang.

"Tempat-tempat itu menjijikan," ujarnya.

Ini hanya salah satu dari beberapa hal yang dikhawatirkan oleh polisi mengenai para pekerja seksual tersebut, yang kebanyakan adalah perempuan berusia antara 23 sampai 65 tahun yang berasal dari Asia Tenggara.

"Keprihatinan utama saya adalah bahwa para perempuan tersebut sudah dieksploatasi." kata Detektif Moller.

"Kami menemukan bahwa para perempuan ini diperdagangkan, dan menjadi bagian dari usaha kelompok kriminal terorganisir untuk mengeskploatasi perempuan-perempuan lemah tersebut."

Siksaan psikologis dan utang yang tidak ada habisnya

Detektif Moller mengatakan para korban biasanya direkrut dari desa-desa di Asia Tenggara melalui sistem pertalian utang. Para pedagang manusia ini meminta para perempuan tersebut bekerja sebagai prostitusi untuk membayar utang entah yang sebenarnya maupun utang palsu.

Dalam banyak kasus, para perempuan tersebut dijanjikan untuk bekerja sebagai pembantu atau pelayan toko di Australia. Namun kemudian dipaksa masuk ke industri prostitusi dan paspor mereka disita oleh para pedagang manusia.

Polisi mengatakan ini kemudian menciptakan situasi yang sangat sulit bagi para korban karena mereka menjadi budak di negara di mana mereka tidak mengerti bahasa maupun budayanya.

"Banyak tidak bisa berbahasa Inggris dan mereka terancam, dan kadang-kadang satu-satunya opsi adalah terlibat dalam prostitusi."

"Juga, dari sudut pandang penyelidikan, ini adalah situasi yang tragis. Kita sedang berusaha membantu para perempuan ini, dan mereka masih memiliki utang yang harus dibayar."

"Jadi mereka takut atau enggan bekerjasama dengan polisi."

Namun Scott Moller mengucapkan terima kasih kepada warga umum yang berperan penting dalam pengungkapan adanya rumah-rumah bordil ilegal tersebut di Canberra. Tiga rumah bordil ilegal yang ditemukan di kompleks apartemen Argyle di Reid bulan September adalah karena laporan dari warga.

Pada November, seorang perempuan berusia 65 tahun ditahan dan dikenai tuduhan mengoperasikan rumah bordil komersial di sebuah blok apartemen di Kingston, juga berkat laporan dari publik. Oleh karena itu, polisi mengharapkan warga untuk melapor bila melihat ada hal-hal yang mencurigakan di sekeliling tempat tinggal mereka.

Polisi meminta warga Canberra agar menghubungi pihak berwenang bila mereka melihat sejumlah besar orang - umumnya laki-laki - yang keluar masuk apartemen di jam-jam yang tidak biasanya.

Lihat artikel selengkapnya dalam bahasa Inggris di sini

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2019-01-10/polisi-di-canberra-terus-berantas-prostitusi-gelap/10705716
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement