Rabu 12 Feb 2014 21:01 WIB

Studi Global : Satu dari 14 Perempuan Korban Kekerasan Seksual

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Satu dari 14 perempuan menjadi korban pelecehan seksual oleh seseorang yang bukan pasangannya, demikian kesimpulan dari hasil perkiraan global pertama mengenai kasus pelecehan seksual terhadap perempuan.

Penulis laporan berjudul The Lancet mengatakan meskipun terdapat kesenjangan penting dalam data, namun gambar secara keseluruhan sudah sangat jelas kalau serangan seksual  terhadap perempuan adalah masalah besar dan luas yang tetap diabaikan.

Data di Australia menunjukan kalau 16.4 persen perempuan di Australia pernah melaporkan dirinya mengalami serangan kekerasan seksual oleh seseorang yang bukan pasangannya, angka ini jauh lebih tinggi dari perkiraan global yang hanya menunjukan 7,2%.

Namun sejumlah pakar di Australia memperingatkan kalau kesimpulan tersebut tidak  mungkin, berdasarkan laporan tersebut, yang mengatakan bahwa Australia memiliki dua kali tingkat prevalensi kekerasan seksual dibandingkan dengan negara-negara lain.

Peneliti melakukan tinjauan umum penyelidikan kasus kekerasan seksual di 56 negara. Melalui pengumpulan data dari berbagai jurnal ilmiah serta bahan "abu-abu" lainnya.

Kajian ini berhasil mengidentifikasi 77 studi yang dapat digunakan, yang menghasilkan 412 perkiraan kasus kekerasan.

Secara keseluruhan, 7,2 persen wanita berusia 15 tahun keatas mengatakan kepada pihak yang mewawancara mereka kalau mereka pernah mengalami serangan seksual sedikitnya satu kali oleh seseorang yang bukan pasangan intim mereka.

Tingkat prevalensi kasus serangan kekerasan seksual tertinggi terjadi di sub-Sahara Afrika, yakni sebesar 21 persen di bagian tengah Afrika (Republik Demokratik Kongo)  dan 17,4 persen di wilayah selatan Afrikan yang meliputi Namibia, Afrika Selatan dan Zimbabwe. Diikuti oleh 16,4 persen di Australia dan Selandia Baru.

Sedangkan prevalensi terendah dilaporkan di Asia Selatan yakni India dan Bangladesh, yakni sebesar 3,3 persen dan Afrika Utara dan Timur Tengah dengan 4,5 persen.

Sementara di Eropa, tiga negara di Timur (Lithuania, Ukraina, Azerbaijan) memiliki tingkat yang lebih rendah dari kekerasan seksual (6,9 persen) dibandingkan negara-negara di pusat (10,7 persen) dan Barat Eropa (11,5 persen).  Angka untuk Amerika Utara adalah 13 persen.

"Kami menemukan bahwa kekerasan seksual adalah pengalaman umum bagi perempuan di seluruh dunia dan di beberapa daerah endemik, mencapai lebih dari 15 persen di empat wilayah," kata peneliti utama Naeemah Abrahams dari Afrika Selatan Medical Research Council di Cape Town.

Abrahams mengatakan perbedaan besar antar daerah dipengaruhi oleh tingkat pelaporan. Menurut para peneliti, budaya pelaporan atau pencatatan kasus serangan seksual membuat korban kerap mendapat stigma dan oleh karena itu lebih mungkin mereka menyembunyikan penderitaannya.

Sejumlah pakar mempertanyakan metodologi yang digunakan dalam kajian ini. Biro Pusat Statistik Australia kepada ABC juga mengatakan kalau perbandingan antara data yang dimiliki lembaganya dengan laporan kajian dari The Lancet sangat sulit dilakukan karena definisi yang mereka gunakan.

Namun survey tingkat keamanan pribadi oleh Biro Pusat Statistik Australia tahun 2012 menunjukan kalau 17% perempuan di Australia berusia 18 tahun lebih mengaku pernah mendapat serangan kekerasan seksual sejak berusia 15 tahun.

Dalam emailnya kepada AFP, Profesor Neemah Abrahams juga menyoroti keterbatasan dalam kajian ini. Namun menurutnya hasil kajian ini cukup menyediakan informasi dasar  bagi pengawas kesehatan dan pembuat kebijakan untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap perempuan.

"Sebuah prevalensi 7,2 persen merupakan masalah yang cukup besar bagi negara manapun untuk peduli mengenai kondisi warga perempuan mereka," katanya.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement