Selasa 21 Mar 2017 07:45 WIB

Mengenal Yanti Williams, Sosok Keluarga Multibudaya di Melbourne

Rep: Sastra Wijaya/ Red:
abc news
Foto: abc news
abc news

Hari Selasa (20/3/2017) di Australia diperingati sebagai Harmoni Day. Inilah hari untuk memperingati keberagaman budaya yang ada di sini, dan memandangnya sebagai sebuah kekuatan. Salah satu keluarga multibudaya adalah Yanti Williams, asal Indonesia, yang bersuamikan pria asal Irlandia, dan sekarang tinggal di Melbourne.

Dengan sekitar 45 persen warga di Australia lahir di luar negeri atau salah satu dari orangtua mereka lahir di luar negeri, Yanti Williams adalah salah seorang di antaranya.

Di Indonesia sendiri, Yanti berasal dari keluarga campuran Batak-Jawa dengan marga kelurganya adalah Simatupang.

Sebelum pindah ke Sydney di tahun 2004, Yanti yang bernama lengkap Nurcahaya Damayathi lahir di Jakarta dan menghabiskan masa remajanya di sana.

"Saya bertemu dengan suami saya Adam Williams di Sydney di tahun 2009. Ketika itu dia datang dan bekerja di Australia menggunakan Working Holiday Visa," kata Yanti kepada wartawan ABC Australia Plus Indonesia Sastra Wijaya.

Mereka sekarang sudah dikarunia dua putri, Aaliyah Sorcha dan Elsa Ameera.

Keluarga ini memutuskan untuk pindah ke Melbourne di tahun 2015 setelah suami Yanti mendapat pekerjaan di bidang IT di salah satu firma hukum besar Australia.

Yanti sekarang sehari-hari berprofesi sebagai ibu rumahtangga, namun juga banyak terlibat dalam kegiatan berkesenian, baik dengan budaya Indonesia maupun dengan yang lain.

"Saya memang suka menari. Kegiatan saya berkesenian diawali ketika tinggal di Sydney. Saya bergabung dengan kelompok tari Latin dan Salsa," lanjut Yanti.

"Kami pernah tampil di berbagai festival di Sydney seperti Octoberfest dan juga Latin Fest. Kegiatan tersebut terhenti ketika saya memiliki anak," katanya lagi.

Yanti kemudian terlibat juga dalam kegiatan memperkenalkan seni Indonesia di Sydney.

"Di akhir tahun 2014, setelah anak-anak cukup umur, saya bergabung dengan Sanggar Tari Nusantara di Sydney. Kami pernah tampil di acara Indoz Festival di Brisbane (Queensland), juga Noodle Market Festival dan Haldon Street Lakemba, keduanya di Sydney," jelasnya.

Yanti Williams (berbaju putih) bersama penari lain ketika tampil di Artiumnation di Melbourne Town Hall
Yanti Williams (berbaju putih) bersama penari lain ketika tampil di Artiumnation di Melbourne Town Hall

Foto: Istimewa

Bagaimana Yanti melihat kehidupan multibudaya di Australia pada umumnya?

Menurutnya, saat ini kehidupan multibudaya sudah cukup baik, walau dia juga ketika pertama kali tiba di Sydney di tahun 2000-an pernah mengalami perlakuan rasis.

"Saya pernah mengalami ketika naik kereta api, seorang penumpang meneriaki saya dengan kata-kata 'hei kamu orang Asia, kembali ke negara kamu," katanya.

Sekarang dengan hidup bersama suami asal Irlandia di dua kota paling multikultural di Australia, Sydney dan Melbourne, apa suka dukanya bagi Yanti?

"Suka dukanya menikah dengan orang asing dan tinggal di Australia adalah jauh dari keluarga," katanya.

"Sukanya bagi saya pribadi hidup di sini lebih berkualitas. Banyak waktu yang dihabiskan dengan keluarga karena tidak banyak kemacetan di jalan, suami lebih cepat sampai di rumah," kata Yanti.

Selain itu Yanti juga merasakan bahwa anak-anaknya akan mendapatkan pendidikan yang bagus.

"Mengenai sekolah anak-anak, berapa pun pendapatan kita, anak-anak bisa bersekolah," lanjutnya.

Setelah pindah ke Melbourne, Yanti Williams melibatkan diri dengan berbagai kegiatan seni. Bersama dengan kelompok Saman Melbourne, mereka baru-baru ini membuat pagelaran Artiumnation, untuk memperingati ulang tahun ke-12 Saman Melbourne, dengan menampilkan 12 tarian Nusantara di Melbourne Town Hall minggu lalu.

Selain tampil sebagai penari, Yanti juga menjadi koreografer dari beberapa tarian yang ditampilkan.

Artiumnation semula hendak menampilkan dua kelompok musik asal Indonesia, Naif dan Hivi, namun karena kesulitan visa, kelompok tersebut tidak jadi datang, dan yang hanya tampil dari Indonesia adalah penyanyi Ashilla.

Namun dengan tidak hadirnya Naif dan Hivi, panitia memutuskan untuk mengembalikan uang tiket yang sudah dibeli dan membuka pertunjukkan menjadi gratis.

Yang hadir menonton pertunjukkan selama tiga jam tersebut sekitar 500 orang.

"Memang kita mengalami kesulitan dalam acara Artiumnation tersebut, karena band dari Indonesia yang kita undang tidak mendapatkan visa. Namun Artiumnation tetap berjalan dan menurut saya sukses karena kita menyuguhkan tari-tarian dari berbagai daerah," lanjut Yanti.

Selain bergabung dengan Saman Melbourne di tahun 2016, Yanti juga bergabung dengan kelompok tari Widya Luvtari, yang banyak membawakan tari-tarian Bali dan juga mengajar di sanggar Baitul Makmur di Laverton, milik komunitas Indonesia.

Bagaimana Yanti Williams melihat kontribusi penampilan kesenian dan budaya Indonesia dalam sumbangannya terhadap kehidupan multibudaya di Australia?

"Saya rasa hal ini sangat membantu memberi warna bagi kehidupan multibudaya di sini. Anak saya yang pertama sering saya ajak dan tertarik untuk terlibat. Jadi bagi saya sudah bagus, karena ada budaya Indonesia dimana dia memiliki ketertarikan," jelasnya.

"Saya juga melihat beberapa remaja dari berbagai latar belakang etnis yang saya kenal tertarik dengan kesenian Indonesia, seperti tarian dan musik," kata Yanti lagi.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement