Sabtu 03 Jun 2017 10:45 WIB

Anak Muda Australia Minum Lebih Sedikit Alkohol

Industri bir di Australia diperkirakan bernilai sekitar 4 miliar dolar AS, berdasarkan sebuah laporan di 2015.
Foto: ABC
Industri bir di Australia diperkirakan bernilai sekitar 4 miliar dolar AS, berdasarkan sebuah laporan di 2015.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Kalangan anak muda di Australia sepertinya memperhatikan peringatan kesehatan soal konsumsi alkohol, tembakau dan obat-obatan. Tapi di kalangan di usia yang lebih tua, konsumsi alkohol berada di tingkat yang lebih tinggi dibandingkan tiga tahun lalu.

Hasil tersebut berdasarkan survei nasional terbaru soal penggunaan obat-obatan dari Australian Institute of Health and Welfare (AIHW). Survei menunjukkan kalangan anak muda Australia minum alkohol dan merokok lebih sedikit, termasuk dalam penggunaan zat terlarang.

Dibandingkan tahun 2013, lebih sedikit warga Australia yang dilaporkan minum alkohol hingga melampaui pedoman risiko di tahun 2016. Namun, tidak ada perubahan proporsi warga Australia yang melebihi pedoman risiko dalam satu kejadian.

Survei tersebut menemukan proporsi remaja yang menjauh dari alkohol telah meningkat secara signifikan. Anak muda yang mencoba alkohol pertama kali adalah di usia 16 tahun, bukan 15 tahun seperti tiga tahun lalu.

Dan proporsi yang lebih rendah, yakni dari usia 12 sampai 24 tahun mengkonsumsi lima atau lebih minuman setiap bulannya. Matthew James, wakil direktur AIHW, mengatakan sebuah faktor mengubah aspek-aspek tertentu dari gaya hidup anak remaja.

"Proporsi anak remaja yang bekerja lebih sedikit dari sebelumnya, karenanya mereka tidak memiliki pendapatan yang sama," kata Matthew.

Namun survei tersebut juga menyoroti sejumlah tren mengkhawatirkan soal budaya minum alkohol di Australia. "Tren ini tampaknya terjadi pada beberapa kasus, dimana mereka yang berusia lebih tua meningkatkan jumlah minuman mereka," jelas Matthew.

Sebagai contoh, lebih banyak orang berusia 50 dan 60 tahunan yang mengonsumsi 11 atau lebih minuman, sekali duduk. Matthew mengatakan tren di kalangan perempuan terutama sangat mengkhawatirkan.

"Di tahun 2007, perempuan berusia 18-24 tahun menjadi kelompok yang paling mungkin minum pada tingkat berisiko," katanya. Perhitungan risiko dikenal dengan lifetime risk, dimana seseorang berisiko terkena penyakit semasa hidupnya.

"Pada 2016, justru perempuan berusia 50-59 tahun yang berada pada kelompok yang minum hingga risiko tinggi."

Secara keseluruhan, pria masih dua kali lipat dibanding perempuan untuk mengkonsumsi lebih dari dua minuman sehari.

Perhatian pemerintah telah beralih

Untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua dekade, tingkat merokok tidak menurun secara signifikan, dibandingkan saat periode survei terakhir dilakukan. Emeritus professor di bidang Kesehatan Masyarakat, Simon Chapman menyalahkan pemerintah karena tidak lagi menjalankan "iklan alasan mengapa harus berhenti merokok yang keras."

"Mereka tidak lagi memperhatikan hal itu. Dan yang mereka lakukan, yang dianggap benar-benar bagus, adalah mengenakan pajak," katanya.

"Tapi apa yang dilakukan oleh industri tembakau adalah mencoba dan melawannya, dengan memperkenalkan banyak merek dibawah harga 20 dolar AS atau kurang dari Rp 200 ribu, per bungkus dan benar-benar telah mengurangi kenaikan pajak pemerintah tersebut."

Namun survei tersebut menunjukkan ada lebih sedikit remaja yang merokok, dimana 98 persen remaja tidak pernah merokok lebih dari 100 batang rokok. Usia pertama kali mereka merokok adalah 15 hingga 16 tahun. "Ini akan membuat industri menderita hingga ke generasi berikutnya," kata Profesor Chapman.

Warga Australia perlu lebih waspada soal bahaya alkohol

Associate professor Nadine Ezard, direktur klinis alkohol dan obat-obatan di Rumah Sakit St Vincent di Sydney, memperingatkan meski sejumlah kemajuan sudah dicapai, ia masih melihat dampak buruk dari alkohol.

"Kejahatan terkait alkohol meningkat," ujarnya.

"Kekhawatirannya adalah sebagian besar alkohol sebenarnya dikonsumsi sebagian kecil orang. Jadi 20 persen warga dewasa Australia mengonsumsi tiga perempat alkohol."

Metamfetamin adalah obat yang dianggap sebagai masalah terbesar bagi masyarakat, meski telah ada penurunan yang signifikan dalam penggunaannya baru-baru ini. "Kami melihat dampaknya dari masalah dalam persepsi publik jauh lebih besar, daripada yang dianggap sebagai masalah kesehatan," kata Profesor Ezard.

"Saya rasa, sebagian besar dikarenakan respon media soal methamphetamines."

"Kemudian diterjemahkan sebagai bentuk ketakutan warga soal methamphetamine yang jauh lebih besar daripada ketakutan kepada alkohol, yang merupakan candu lebih penting dari sudut pandang kesehatan."

Diterbitkan oleh Erwin Renaldi pada 2/06/2017. Simak laporannya dalam bahasa Inggris dalam artikel berikut.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/survei-terbaru-soal-konsumsi-alkohol-di-kalangan-anak-muda/8583440
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement